REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengimbau kepada pemerintah untuk menyelaraskan sejumlah aturan tentang proses merger dan akuisisi bagi perusahaan yang dimiliki oleh negara.
“Pemerintah perlu memperhatikan Business Judgment Rule agar badan usaha milik negara/BUMN bisa lebih aman dalam menjalankan merger dan akuisisi,” katanya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan bersama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pekan lalu.
Menurutnya, Business Judgment Rule (BJR) adalah doktrin yang melindungi kepentingan direksi korporasi dalam mengambil keputusan dengan itikad baik dan bertanggung jawab.
“Business Judgment Rule itu membantu namun tidak selalu, karena di dalam praktik, BJR suka tidak diperhatikan. Maka penting untuk membuat adanya keselarasan antar undang-undang di Indonesia,” ujarnya.
Dengan demikian, untuk melindungi eksekutif BUMN dari kriminalisasi yang tidak semestinya, diperlukan kerangka BJR yang kuat.
Menurutnya, BJR di negara seperti Australia memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan niat baik dan kewajaran, membantu mengurangi ketakutan mereka terhadap tuntutan pidana.
BACA JUGA: Kehancuran Proyek Zionisme Israel Mulai Terlihat Jelas?
“Bahkan di Jerman, BJR membantu mengurangi bias retrospektif yang sering kali memicu tanggung jawab pidana bagi eksekutif ketika hasil keputusan bisnis menjadi tidak menguntungkan,” paparnya.
Hal itu, paparnya, dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi direksi. “Dalam hal ini, diperlukan pembeda yang jelas antara kesalahan dalam keputusan bisnis dan tanggung jawab pidana.”
Hikmahanto mengungkapkan, penerapan BJR yang konsisten akan memperkuat budaya pengambilan risiko yang terukur, sehingga BUMN Indonesia dapat lebih kompetitif di pasar global.