Rabu 13 Nov 2024 10:32 WIB

Ini Bukti Baru Lemahnya AS di hadapan Israel

AS hanya menggertak memberi sanksi jika Israel menghalangi bantuan ke Gaza.

Warga Palestina berkumpul untuk menerima tepung yang didistribusikan oleh UNRWA, di Deir al Balah, Jalur Gaza tengah, Sabtu, 2 November 2024.
Foto: AP Photo/Adel Kareem Hana
Warga Palestina berkumpul untuk menerima tepung yang didistribusikan oleh UNRWA, di Deir al Balah, Jalur Gaza tengah, Sabtu, 2 November 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sebulan lalu, pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan tenggat waktu 30 hari bagi Israel untuk mengizinkan bantuan masuk ke Jalur Gaza, utamanya di bagian utara. Saat tenggat itu terlampaui, ancaman AS akan menangguhkan bantuan senjata untuk Israel terkait tenggat itu tak juga dilaksanakan.

Tepat sebulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin telah memberi Israel waktu 30 hari untuk mematuhi hukum kemanusiaan internasional di Gaza, termasuk meningkatkan pengiriman bantuan menjadi setidaknya 350 truk sehari. Jika tidak, mereka menuliskan, Israel diancam tidak lagi menerima pasokan senjata, seperti yang disyaratkan oleh hukum AS. 

Baca Juga

Merujuk Aljazirah, berdasarkan hampir semua ukuran obyektif, lembaga-lembaga bantuan mengatakan bahwa, pada kenyataannya, situasi kemanusiaan telah menjadi lebih buruk dalam jangka waktu tersebut. PBB melaporkan bahwa hanya 30 truk yang memasuki Gaza setiap hari, jumlah terendah dalam setahun.

Laporan pada Selasa (12/11/2024), yang ditulis oleh delapan organisasi bantuan internasional, mencantumkan 19 langkah kepatuhan terhadap tuntutan AS. Dikatakan bahwa Israel telah gagal mematuhi 15 ketentuan dan hanya sebagian memenuhi empat ketentuan. Laporan ini ditandatangani bersama oleh Anera, Care, MedGlobal, Mercy Corps, Dewan Pengungsi Norwegia, Oxfam, Refugees International dan Save the Children.

PBB sebelumnya juga telah meminta Israel untuk mengizinkan akses ke Gaza utara di tengah peringatan kelaparan di sana. Komite Peninjau Kelaparan (FRC) yang didukung PBB mengeluarkan peringatan langka pada hari Jumat, mengatakan “kemungkinan besar” kelaparan yang akan terjadi di wilayah utara Gaza ketika pasukan Israel terus melakukan pengepungan dan serangan terhadap wilayah tersebut.

Komite tersebut mengatakan “tindakan segera, dalam beberapa hari bukan minggu, diperlukan dari semua pihak… untuk mencegah dan meringankan situasi bencana ini.” Dikatakan bahwa jumlah pengiriman bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza kini lebih rendah dibandingkan sebelumnya sejak perang Israel di wilayah kantong tersebut dimulai tahun lalu.

Dikatakan juga bahwa tingkat pasokan yang masuk ke Gaza pada bulan Oktober lebih rendah dari jumlah yang diizinkan pada awal tahun 2024, suatu periode di mana kekurangan pangan akut dan malnutrisi akut dengan cepat memburuk dan kelaparan diperkirakan terjadi di wilayah utara.

Seminggu yang lalu, Departemen Luar Negeri AS juga mencatat bahwa Israel belum berbuat cukup. Namun kini, dengan mengacu pada pembukaan dua perlintasan baru dan penghapusan beberapa pembatasan bea cukai dalam beberapa hari terakhir, AS mengumumkan bahwa Israel telah berbuat cukup banyak untuk menghindari sanksi – bahkan tanpa melakukan sebagian besar tindakan spesifik yang diserukannya.

photo
Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

AS pada tahun ini mengajukan resolusi gencatan senjata di Gaza yang disepakati oleh Dewan Keamanan PBB. Resolusi itu juga tak dituruti Israel sementara AS terus mengirimkan bantuan amunisi, senjata, dan rudal pertahanan udara. Pada Mei, AS juga mendesak Israel tak melakukan serangan ke Rafah di selatan Gaza yang penuh sesak dengan pengungsi. Ini juga dilanggar Israel tanpa ada konsekuensi dari AS.

Jadi sekali lagi, dalam perang di Gaza ini, pemerintahan Joe Biden mengeluarkan ultimatum kepada Israel berdasarkan hukum domestik dan internasional, namun Israel tidak menindaklanjutinya dan dibiarkan oleh AS. Ini bisa jadi bentuk dukungan terakhir Biden atas genosida di Gaza.

Vedant Patel, juru bicara Departemen Luar Negeri, mengatakan kepada wartawan bahwa Washington “belum membuat penilaian bahwa Israel melanggar hukum AS” meski batas waktu untuk meningkatkan bantuan ke Gaza telah berakhir. Ini berarti AS tidak akan mengambil tindakan terhadap sekutunya.

Tariq Habash orang pertama yang mengundurkan diri dari pemerintahan AS karena dukungan Washington terhadap perang di Gaza menyatakan tak terkejut dengan diamnya AS atas pelanggaran Israel. Dia mengatakan kepada Aljazirah bahwa tampaknya ultimatum tersebut – yang dikeluarkan tepat sebelum pemilu AS – hanyalah upaya untuk meyakinkan basis Partai Demokrat agar tidak mengkhawatirkan Gaza.

“Ini terasa seperti taktik politik yang tidak benar-benar serius untuk ditegakkan oleh pemerintahan ini. Kenyataannya adalah, meskipun hampir semua metrik tidak dipenuhi Israel, negara kami tidak punya niat untuk menegakkan hukum AS,” kata Habash. “Pemerintah tidak melakukan apa yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa bantuan penyelamatan jiwa menjangkau warga sipil Palestina,” tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement