REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Mushaf al-Ummah yang dipimpin Prof. Dr. Ahmad Isa al-Ma'sharawi bersama Badan Pentashih Mushaf Al Quran Turki menyelenggarakan Konferensi Internasional Dhabt Al Quran di Masjid Camlica, Istanbul, 1-3 November 2024.
Konferensi ini ditutup dengan pembacaan deklarasi kesepakatan Dhabt Asia-Anatolia di Masjid Al-Fatih, tepatnya di serambi atas yang menghadap peristirahatan Sultan Abdul Hamid II, Sultan terakhir Dinasti Ottoman.
"Kesepakatan ini merupakan langkah besar dalam memastikan Al Quran terjaga keasliannya dan memberikan kemudahan bagi umat di berbagai wilayah," ujar Mantan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran (LPMQ) Kementerian Agama (2015-2022) sekaligus Sekretaris Baznas Muchlis M. Hanafi yang hadir dalam konferensi tersebut, Senin.
Konferensi tersebut menghadirkan para ulama Al Quran dari tiga negara Turki, Indonesia, dan Pakistan. Selain Muchlis, pakar qira'at asal Indonesia Ahsin Sakho Muhammad juga turut hadir.
Muchlis menjelaskan selama ini, sistem dhabt (tanda baca; titik, harakat/syakal, dll) yang dominan dalam penulisan mushaf Al Quran adalah dhabt masyariqah (gaya Timur) dan dhabt magharibah (gaya Barat), yang berkembang sesuai kebutuhan masyarakat Muslim di kawasan tersebut.
Dhabt masyariqah digunakan luas di Timur Tengah dan sebagian Asia Tenggara (Malaysia, Brunei) yang mengikutinya. Sedangkan dhabt magharibah banyak digunakan di Afrika Utara (seperti Maroko Tunisia, Aljazair, dan wilayah Afrika lainnya).
Salah satu perbedaan yang mencolok, dalam sistem dhabth magharibah huruf qaf ditulis dengan satu titik di atasnya, sementara fa dengan satu titik di bawah.
Perbedaan ini adalah salah satu bentuk adaptasi untuk membantu masyarakat Muslim setempat dalam membaca Al Quran dengan benar sesuai dengan gaya penulisan yang mereka kenal.