REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Berbagai upaya, terus dilakukan untuk merevitalisasi Sungai Citarum. Salah satunya, program Citarum Action Research Project (CARP), yang melakukan uji coba peluncuran Showcase laboratorium hidup Citarum. Dengan mengangkat tema, menuju kebijakan dan praktik berbasis bukti dalam merevitalisasi sungai, di Kantor Satgas Citarum Harum, Rabu (13/11/2024).
CARP merupakan proyek kolaborasi antara Universitas Indonesia, Monash University, Satgas Citarum Harum, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bandung. Proyek ini dibuat sebagai kebijakan dan praktik yang berbasis bukti dalam upaya memperbaiki kondisi Sungai Citarum.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Semiarto Aji Purwanto mengatakan, kegiatan ini sejalan dengan program pemerintah yang berfokus pada infrastruktur, perilaku masyarakat, ekonomi, dan pengelolaan lingkungan. Showcase ini membangun pilot percontohan TPS3R dengan ekonomi sirkular di Desa Padamukti, dan Ekowisata Berbasis Air dan toilet daur ulang di Desa Cibodas.
"Tujuannya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendukung ekonomi lokal, dan memperbaiki layanan dasar seperti pengelolaan sampah, air, dan sanitasi," ujar Prof Semiarto Aji Purwanto yang akrab disapa Aji.
Menurut Prof Aji, proyek ini adalah upaya jangka panjang yang tidak hanya fokus pada kebersihan sungai, tetapi juga pada perubahan kebiasaan masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai. "Kami ingin membuat laboratorium hidup, jadi Citarum bukan cuma airnya bersih, tidak tercemar dari sisi kimia dan sebagainya, tapi lebih penting lagi kebiasaan warga yang selama ini misalnya membuang sampah di situ, open defecation atau buang air di situ tidak lagi terjadi," paparnya.
Prof Aji mengatakan, pemerintah perlu diyakinkan bahwa program Citarum bukan pekerjaan yang bisa tuntas dalam semalam. Tim ini, memiliki rencana kerja dalam jangka 30-40 tahun, yang dimulai pada 2023 untuk Sungai Citarum.
Prof Aji mencontohkan Sungai Yarra di Melbourne, dalam pengerjaannya membutuhkan waktu 70 tahun sampai benar-benar bersih. Walaupun, memang Citarum dan Yarra punya masalah yang berbeda. Namun, Monash University berusaha mengadopsi kisah sukses dari sungai Yarra untuk dapat diterapkan di Citarum.
"Mulai dari sampah, sampai upaya mereka menimbun bahu sungai untuk memperlebar wilayahnya. Dan itu membuat sungai makin degrade," katanya.
Sementara itu Director of Citarum Action Research Program, Prof Diego Ramirez-Lovering mengatakan, revitalisasi sungai Citarum harus segera dilakukan dan mereka telah mengembangkan berbagai pendekatan untuk menciptakan strategi revitalisasi.
"Jadi, satu yang sangat penting adalah untuk mengembangkan lingkungan. Perkembangan populasi, penempatan, dan channel-isasi sungai, membuat ada kekurangan ekologi pada sungai. Jadi bagaimana kita dapat mengembalikan itu, kembalikan lingkungan flora dan fauna di sekitar sungai, karena itu sangat penting," ujar Prof Diego.
Sungai Citarum yang punya panjang sekitar 3.000 Km, kata dia, mengalami dampak buruk pada ekologi. Salah satu solusi terbaik yang bisa dilakukan ialah melalui revitalisasi Oxbow, dirancang sebagai wetland yang akan memberi manfaat ekologis, ekonomis, dan estetis bagi lingkungan.
Sebagai biofilter alami, kata dia, oxbow menyaring polutan dan menjaga kualitas air, serta berfungsi sebagai cadangan air yang mengurangi risiko banjir dan menyediakan sumber air saat kemarau.
"Tapi di sini mereka penuh dengan sampah, jadi bagaimana kita bisa mengembalikan Oxbow untuk kembali ke fungsi ekologis dan bisa membersihkan air. Jadi, pengisian air melalui sistem perairan natural dan juga untuk penyimpanan air," katanya.
Sementara menurut Kepala Bidang Infrastruktur dan Permukiman Disperkim Jabar, Irvan Rusdiansyah, pandangan para akademisi sangat mendukung salah satu upaya Pemprov Jabar untuk mensukseskan program Citarum Harum.
"Mudah-mudahan kami bisa menyesuaikan kebijakan pengelolaan sampah yang berbasis bukti untuk meningkatkan efektivitas program Citarum Harum," kata Irvan.