Jumat 15 Nov 2024 14:47 WIB

Manfaat Pertemuan Perubahan Iklim Mulai Dipertanyakan

Rencana Trump cabut kebijakan iklim dapat meningkatkan suhu bumi 0,04 derajat Celcius

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: A.Syalaby Ichsan
Corporate Secretary Pertamina New & Renewable Energy, Dicky Septriadi, menjadi pembicara pada sesi panel di ICESCO Pavillion dalam rangkaian COP29, di Baku, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024).
Foto: Pertamina
Corporate Secretary Pertamina New & Renewable Energy, Dicky Septriadi, menjadi pembicara pada sesi panel di ICESCO Pavillion dalam rangkaian COP29, di Baku, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,BAKU -- Pertemuan Committe of Parties (COP) dinilai belum membuahkan hasil signifikan terhadap target perubahan iklim di bumi. Kelompok Pakar dan Pengamat Kebijakan Iklim Pemerintah, Climate Action Tracker, mengatakan, sudah tiga tahun berturut-turut tidak ada penurunan proyeksi suhu bumi. 

Mereka mengungkapkan, bumi masih diperkirakan akan lebih panas 2,7 derajat Celsius dari rata-rata masa pra-industri.  Dalam Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan, negara-negara mencoba menetapkan target pemangkasan emisi gas rumah kaca. Mereka juga menegosiasikan berapa banyak kontribusi negara-negara kaya pada pendanaan iklim untuk membantu negara-negara berkembang menghadapi perubahan iklim.

Baca Juga

CEO lembaga non-profit Climate Analytics Bill Hare mengatakan bila emisi terus naik dan proyeksi suhu bumi tidak kunjung turun, masyarakat akan bertanya-tanya apa manfaat dari Pertemuan Perubahan Iklim PBB yang digelar setiap tahun."Terdapat banyak hal positif di sini, tapi sebenarnya bagi saya pribadi, gambaran besarnya dalam mengurangi emisi, terasa rusak," kata Hare, Rabu (14/11/2024).

Bumi sudah lebih hangat 1,3 derajat Celsius di atas rata-rata masa pra-industri. Di Perjanjian Paris tahun 2015 lalu negara-negara sepakat membatasi pemanasan global 1,5 derajat Celsius dari masa pra-industri.

Ilmuwan iklim mengatakan pemanasan global yang sebagian besar disebabkan aktivitas manusia, menyebabkan peristiwa cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan dan gelombang panas terjadi lebih sering dan mematikan.

Climate Action Tracker memproyeksikan beberapa skenario di sejumlah kasus pemanasan global meningkat."Peningkatan ini sebagian besar didorong Cina," kata peneliti Climate Analytics Sofia Gonzales-Zuniga.

Walaupun, katanya, lonjakan emisi Cina mulai tidak lagi merangkak naik, tapi puncak emisinya lebih tinggi dibanding yang diantisipasi.

 

 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement