REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya kisah-kisah supaya menjadi pelajaran. Tidak hanya cerita tentang orang-orang yang baik, tetapi juga yang terjerumus dalam keburukan.
Misalnya, seperti diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya. Suatu kali, Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada para sahabat beliau. Ada seseorang dari kalangan Bani Israil yang hidup jauh pada masa sebelum Nabi SAW.
"Di tengah Bani Israil pada masa silam, terdapat dua orang laki-laki yang bersaudara. Salah satunya gemar berbuat dosa, sedangkan yang lain rajin beribadah.
Lelaki yang rajin beribadah lantas suatu kali mendapati saudaranya itu sedang berbuat dosa. Maka dia pun berkata, 'Berhentilah (dari perbuatan dosa)!'
Pada hari lain, lelaki saleh tadi kembali mendapati saudaranya berbuat dosa lagi. Lantas, dia berkata, 'Hentikan (perbuatanmu)!'
Mendengarnya, si lelaki yang gemar berbuat dosa menjadi gusar, 'Biarkan saja aku dan Tuhanku! Memang kamu ini siapa? Apakah kamu diutus Tuhan untuk selalu mengawasiku?'
Maka si lelaki saleh meresponsnya, tetapi sembari bersumpah, 'Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga untuk selamanya.'
Waktu silih berganti. Allah mencabut nyawa dua orang bersaudara itu. Keduanya lalu berjumpa lagi di hadapan Sang Pencipta alam semesta.
Allah berfirman kepada lelaki yang rajin beribadah, 'Apakah engkau mengetahui tentang Aku atau apakah engaku berkuasa terhadap apa-apa (rahmat) yang ada di tangan-Ku?'
Allah juga berfirman kepada lelaki yang gemar berbuat dosa, 'Pergilah lalu masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku.' Adapun tentang si saudara yang saleh, Dia berfirman kepada para malaikat, 'Bawalah dia ke neraka!'
Mengenai hadits tersebut, Abu Hurairah mengomentari tokoh-tokoh cerita itu. "Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Sungguh dia (si lelaki yang saleh) telah mengucapkan kata-kata sumpah yang justru membinasakan urusan dunia dan akhiratnya."
Hikmah dari kisah dua orang Bani Israil itu antara lain perlunya bersikap hati-hati (wara') dalam menjalani kehidupan di dunia. Sering kali, apa yang terbersit dalam benak pikiran tidak mesti disampaikan melalui lisan. Apalagi, dengan "berani" menyebut nama Allah Ta'ala.
Kata-kata yang mungkin dapat menyakiti perasaan, sebaiknya dihindari. Selain itu, selalu meyakini sepenuh hati, betapa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Apa yang menurut pandangan mata sebagai sesuatu yang buruk, belum tentu berakhir dalam keadaan buruk pula. Untuk itulah, perlunya sering-sering memohon ampunan dan rahmat dari-Nya.