REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mendorong pemerintah dan DPR untuk membentuk satu badan khusus yang menangani industri kelapa sawit. Badan khusus tersebut diharapkan bisa memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit agar berkembang dengan baik dalam mendukung majunya perekonomian nasional.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono menyampaikan, saat ini banyak hal yang terjadi dan berkembang menjadi isu yang justru merusak keberadaan industri sawit. Padahal, industri sawit tergolong industri strategis yang banyak menyumbang bagi kemajuan ekonomi nasional.
Karena begitu strategisnya industri sawit, Eddy berharap, sudah saatnya tata kelola industri tersebut diperbaiki secara menyeluruh. "Perlu dibuat badan khusus yang menangani sawit agar tata kelolanya lebih baik karena fokus di satu badan tersebut," kata Eddy dalam siaran pers di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Data Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, sektor kelapa sawit merupakan salah satu pilar utama perenomian nasional yang memiliki kontribusi besar pada energi terbarukan, pangan, dan industri oleokimia. Sebagai salah satu produsen terbesar di dunia, industri sawit Indonesia menyumbang sekitar 25 persen dari minyak nabati global dan sebanyak 59 persen dari total produksi minyak sawit global.
Selain memberikan kontribusi besar bagi pendapatan nasional, industri sawit juga menyediakan lapangan kerja mencapai 16 juta orang termasuk para petani kecil di seluruh Tanah Air. Eddy pun menanggapi temuan yang dipublikasikan Koalisi Masyarakat Sipil (Proggres Kalteng, Walhi Kalteng, YMKL, TBBI, TuK Indonesia) yang menyebut adanya praktik buruk perkebunan sawit di Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Eddy menjelaskan, kondisi perkebunan sawit di Kalteng memang memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan persoalan yang dihadapi perkebunan sawit di provinsi lain. Persoalannya bermula pada 2003, saat ada surat dari Dirjen Planologi Kemenhut yang menyatakan, areal perkebunan sawit di Kalteng yang disebut dalam laporan Koalisi Masyarakat Sipil tersebut bukan merupakan kawasan hutan.
"Namun kemudian di tahun 2005 dibatalkan oleh Menteri Kehutanan dan aturan itu berlaku surut," kata Eddy. Untuk mencari solusi atas permasalahan perkebunan sawit di Kalteng, kata Edy, anggota Gapki yang sudah tidak memungkinkan menjalankan kegiatan plasma dengan kegiatan usaha produktif (KUP), mereka masih bisa menanam sawit dengan pembagian bibit sawit.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menekankan semua pihak yang terlibat di industri sawit harus tunduk dengan aturan hukum yang ada. Firman mengatakan, industri sawit sudah memberikan kontribusi yang besar kepada negara. "Walaupun demikian keterlibatan masarakat setempat tidak dapat diabaikan begitu saja," ujarnya.