REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) merampungkan pemeriksaan etik terhadap tiga hakim agung yang menangani perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. Hasilnya, MA tak menemukan pelanggaran Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh ketiganya.
Dalam pemeriksaan ini, MA turut menggali keterangan dari tersangka makelar kasus sekaligus eks pejabat MA Zarof Ricar. "Kesimpulan dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi perkara nomor 1466 Kasasi PID 2024," kata Juru Bicara MA Yanto dalam konferensi pers di kantor MA pada Senin (18/11/2024).
Pemeriksaan ini dimulai dari Ketua MA Sunarto yang membentuk tim pemeriksa guna mendalami perkara dugaan pelanggaran KEPPH dalam kasus Ronald Tannur. Pemeriksaan ini didasari Surat Tugas No. 22/KMA/ST.PW1.3/ 10/ 2024 yang dikeluarkan oleh Sunarto pada 28 Oktober 2024.
Tim pemeriksa ini tersusun dari tiga hakim agung yang diketuai oleh Kamar Pengawasan Dwiarso Budi Santiarto. Adapun anggota tim pemeriksanya Jupriyadi dan Nor Ediyono yang merupakan hakim agung kamar pidana MA.
Dalam pemeriksaan itu, Sekretaris Mahkamah Agung sekaligus Plt Kepala Badan Pengawasan ditunjuk sebagai Sekretaris Tim Pemeriksa. Pembentukan tim pemeriksa ialah menyangkut dugaan pemufakatan jahat suap guna mengatur perkara kasasi Ronald Tanur.
"Informasi tersebut juga menyebutkan bahwa ZR sudah bertemu dengan majelis kasasi perkara tersebut. Oleh sebab itu, Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung RI membentuk Tim Pemeriksa untuk melakukan klarifikasi dan pemeriksaan terhadap hakim agung S, A, dan ST," ucap Yanto.
Tim Pemeriksa menggelar pemeriksaan pada 4-12 November 2024. Pemeriksaan terhadap Zarof diadakan pada 4 November 2024 di Ruang Rapat Direkturat Eksekusi Jampidsus Kejaksaan Agung.
"Apa yang ditanyakan oleh Tim Pemeriksa kepada ZR dan apa yang telah dijawab oleh ZR itu semua didengar, dilihat, dan diketahui oleh dua orang jaksa tersebut," ucap Yanto.
Adapun pemeriksaan terhadap Hakim Agung Soesilo (S), Ainal Mardhiah (A), dan Sutarjo (ST) digelar pada 12 November 2024 di Ruang Sidang Ketua Kamar Pengawasan B206 MA. Tim Pemeriksa juga memeriksa para saksi, para terkait dan terlapor, serta dokumen-dokumen yang relevan.
"Pada pemeriksaan tersebut ditemukan fakta hanya Hakim Agung Soesilo yang pernah bertemu dengan Zarof. Pertemuan itu terjadi secara singkat dalam acara pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 27 September 2024," ujar Zarof.
Ketika itu, Zarof dan S hadir sebagai tamu undangan di kegiatan tersebut. Yanto mengklaim pertemuan itu terjadi secara insidentil dan berlangsung singkat. Tapi Zarof sempat menyinggung perkara Ronald Tannur.
"Tetapi tidak ditanggapi oleh Hakim Agung Soesilo dan tidak ada fakta pertemuan lain selain pertemuan di UNM tersebut," ucap Yanto.
Sedangkan Ainal dan Sutarjo tidak dikenal dan tidak pernah ditemui oleh Zarof. Sehingga Yanto memastikan perkara kasasi Ronald Tannur sudah diperiksa sesuai aturan.
Selanjutnya, putusan kasasi Ronald Tannur diketok pada 22 Oktober 2024. Putusan itu mengabulkan kasasi penuntut umum menyatakan terbukti dakwaan alternatif Pasal 351 ayat 3, dengan hukuman pidana 5 tahun penjara. Adapun penangkapan Hakim PN Surabaya terjadi pada 23 Oktober 2024 atau sehari seusai putusan kasasi.
Atas dasar itu, MA meyakini kasus ini tak perlu diperpanjang dari segi etiknya. Sedangkan untuk urusan pidananya, MA menyerahkan kepada aparat penegak hukum. "Kasus dinyatakan ditutup," ujar Yanto.
Sebelumnya, penangkapan Zarof Ricar terjadi setelah penyidik Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan pengacara Gregorius Ronald Tannur. Zarof ditangkap di Bali pada Kamis (24/10/2024).
Zarof merupakan pensiunan pegawai negeri sipil di MA. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar mengungkapkan Zarof terlibat dalam pengurusan perkara di MA dengan fee sebesar Rp 1 miliar. Penyidik juga menemukan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas Antam di kediaman Zarof.