REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta, mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa tiga hakim agung yang menangani perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. KY dinilai tetap punya wewenang mengusutnya meski sudah diselidiki Mahkamah Agung (MA).
"Bisa mengusut itu karena memang tugas KY," kata Gandjar kepada Republika, Selasa (19/11/2024).
KY dinilai mestinya dapat mendalami temuan uang hampir Rp.1 triliun dan emas 51 kg di rumah tersangka suap kasus Ronald Tannur, Zarof Ricar. Karena ada catatan yang mengaitkan uang itu dengan kasasi. Tulisan itu berbunyi “Untuk Ronal Tannur:1466K/Pid.2024”. Kode 1466K/Pid.2024 merupakan nomor perkara kasasi kasus Ronald Tannur di MA.
Kalau aliran suapnya terbukti maka hakim kasasi dipastikan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEEPH). "Itu indikasi suap. Buktikan dulu (penerimaan) suapnya, otomatis terbukti pelanggaran etiknya," ujar Gandjar.
Di sisi lain, MA sudah merampungkan pemeriksaan etik terhadap tiga hakim agung yang menangani perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur. Hasilnya, MA menyebut tak menemukan pelanggaran KEEPH oleh ketiganya. Dalam pemeriksaan ini, MA turut menggali keterangan dari tersangka makelar kasus sekaligus eks pejabat MA Zarof Ricar.
Atas hasil ini, Gandjar meyakini pemeriksaan etik pasti merujuk ke informasi berdasarkan kesaksian dan dokumen yang relevan. "Pemeriksaan etik merujuk pada perilaku hakim, bukan substansi/materi perkara. Kecuali bisa dibuktikan hakim menerima suap, maka di situ pasti terdapat pelanggaran etik," ujar Gandjar.
MA memutuskan kasus ini tak perlu diperpanjang dari segi etiknya. Sedangkan untuk urusan pidananya, MA menyerahkan kepada aparat penegak hukum.
Pemeriksaan ini dimulai dari Ketua MA Sunarto yang membentuk tim pemeriksa guna mendalami perkara dugaan pelanggaran KEPPH dalam kasus Ronald Tannur. Pemeriksaan ini didasari Surat Tugas No. 22/KMA/ST.PW1.3/ 10/ 2024 yang dikeluarkan oleh Sunarto pada 28 Oktober 2024.
Tim pemeriksa ini tersusun dari tiga orang hakim agung yang diketuai oleh Kamar Pengawasan Dwiarso Budi Santiarto. Adapun anggota tim pemeriksanya Jupriyadi dan Nor Ediyono yang merupakan hakim agung kamar pidana MA.
Dalam pemeriksaan itu, Sekretaris Mahkamah Agung sekaligus Plt Kepala Badan Pengawasan ditunjuk sebagai Sekretaris Tim Pemeriksa. Pembentukan tim pemeriksa ialah menyangkut dugaan pemufakatan jahat suap guna mengatur perkara kasasi Ronald Tanur.
Tim Pemeriksa menggelar pemeriksaan pada 4-12 November 2024. Pemeriksaan terhadap Zarof diadakan pada 4 November 2024 di Ruang Rapat Direkturat Eksekusi Jampidsus Kejaksaan Agung.
Adapun pemeriksaan terhadap Hakim Agung Soesilo (S), Ainal Mardhiah (A), dan Sutarjo (ST) digelar pada 12 November 2024 di Ruang Sidang Ketua Kamar Pengawasan B206 MA. Tim Pemeriksa juga memeriksa para saksi, para terkait dan terlapor, serta dokumen-dokumen yang relevan.
Putusan kasasi Ronald Tannur diketok pada 22 Oktober 2024. Putusan itu mengabulkan kasasi penuntut umum menyatakan terbukti dakwaan alternatif Pasal 351 ayat 3, dengan hukuman pidana 5 tahun penjara. Adapun penangkapan Hakim PN Surabaya terjadi pada 23 Oktober 2024 atau sehari seusai putusan kasasi.
Sebelumnya, penangkapan Zarof Ricar terjadi setelah penyidik Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan pengacara Gregorius Ronald Tannur. Zarof ditangkap di Bali pada Kamis (24/10/2024).
Zarof merupakan pensiunan pegawai negeri sipil di MA. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Abdul Qohar mengungkapkan Zarof terlibat dalam pengurusan perkara di MA dengan fee sebesar Rp 1 miliar. Penyidik juga menemukan uang tunai hampir Rp 1 triliun dan 51 kilogram emas Antam di kediaman Zarof.