REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Transfer of prisoner, atau pemindahaan-pemulangan narapidana merupakan kebijakan baru pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terhadap para terpidana warga negara asing yang menjalani pidana di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, sampai saat ini ada tiga negara yang meminta kepada Indonesia untuk pemulangan narapidana, yakni Filipina, Australia, dan Prancis.
Kebijakan transfer narapidana tersebut, kata Yusril, sebagai respons atas permohonan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Junior, yang meminta Indonesia, agar melakukan pemindahan dan pemulangan terhadap terpidana narkotika Mary Jane Veloso, yang dihukum mati oleh pengadilan di Indonesia.
“Tidak hanya Filipina, tetapi juga sudah ada tiga negara lain yang mengajukan permohonan sama, pemindahan narapidana atau transfer of prisoner, yaitu Australia, dan kemudian Prancis,” kata Yusril dalam siaran pers video yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Menurut Yusril, kebijakan transfer narapidana, merupakan alternatif yang diambil oleh pemerintah Indonesia, selain pertukaran narapidana atau exchange of prisoner dengan negara lain. “Kita tidak melakukan tukar-menukar narapidana atau exchange of prisoner, tetapi akan melakukan apa yang disebut pemindahan narapidana, atau transfer of prisoner,” sambung Yusril.
Transfer atau pemindahan narapidana ke negara asal tersebut dilakukan melihat banyaknya narapidana warga negara asing, yang melakukan terbukti tindak pidana, dan dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan di Indonesia.
Yusril tak menyebutkan berapa banyaknya narapidana warga negara asing yang dipenjara di Indonesia tersebut.
Akan tetapi, kebanyakan para narapidana warga negara asing tersebut menjalani pidana beragam. Mulai dari penjara masa terbatas, hukuman penjara seumur hidup, hingga hukuman mati.
“Di negara kita ini, cukup banyak narapidana warga negara asing yang dijatuhi berbagai jenis hukuman,” kata Yusril.
Dan Indonesia, kata Yusril terbuka terhadap negara-negara asal para terpidana tersebut, untuk meminta permohonan transfer narapidana itu ke negara asalnya. Namun, kata Yusril, permohonan transfer narapidana warga negara asing tersebut dilakukan proporsional.
Beberapa syarat tersebut, seperti yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mengabulkan permohonan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr untuk memulangkan terpidana mati Mary Jane. Menurut Yusril, setelah Mary Jane dipindahkan pemidanaannya ke Filipina, menjadi kewajiban otoritas di Manila dalam melanjutkan pemidanaan tersebut.
Masalahnya, kata Yusril, Mary Jane yang berstatus terpidana mati di Indonesia, namun sistem hukum pidana di Filipina, tak memberlakukan hukuman mati. Sebab itu, kata Yusril menjadi kewenangan pemerintahan di Filipina untuk mengatasi keberlanjutan pemidanaan tersebut dengan pemberian pengampunan, ataupun lainnya terhadap Mary Jane.
“Jadi mungkin saja kalau dia (Mary Jane) sudah dikembalikan ke Filipina, adalah kewenangan dari Presiden Marcos untuk memberikan grasi. Misalnya menjadikan pidana seumur hidup. Maka dia akan menjalani pidana seumur hidup di Filipina berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia. Dan itu kita menghormati dan menjadi kewenangan sepenuhnya dari pemerintah Filipina,” ujar Yusril.