Kamis 21 Nov 2024 11:53 WIB

Benarkah Badai Makin Ganas Akibat Perubahan Iklim?

Memanasnya permukaan laut menambah "dorongan" bagi topan tropis.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Banjir melanda jalanan Hanoi, Vietnam, Rabu (11/9/2024).
Foto: EPA-EFE/LUONG THAI LINH
Banjir melanda jalanan Hanoi, Vietnam, Rabu (11/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Munculnya serangkaian angin topan di Pasifik Barat dan badai kuat di Atlantik menimbulkan pertanyaan mengenai dampak perubahan iklim terhadap badai tropis di seluruh dunia. Pembahasan ini mencuat ketika negara-negara membahas detail paket pendanaan iklim baru di Pertemuan Perubahan Iklim PBB di Azerbaijan.

Filipina dihantam badai mematikan keenam dalam satu bulan. Amerika Serikat (AS) sedang masa pemulihan dari dua badai besar. Ilmuwan mengatakan masih belum jelas bagaimana perubahan iklim mengubah musim badai atau apakah perubahan iklim memicu munculnya empat topan tropis di saat bersamaan di Pasifik Barat, pertama kalinya terjadi sejak 1961.

Baca Juga

Para ilmuwan mengatakan memanasnya permukaan laut mempercepat penguapan dan menambah "dorongan" bagi topan tropis, meningkatkan curah hujan dan kecepatan angin. Asesmen terakhir badan perubahan iklim PBB (UNFCCC) yang dirilis 2023 mengungkapkan "keyakinan tinggi" pemanasan global menyebabkan badai semakin intensif.

Badai besar Man-Yi mendarat di Filipina pada Sabtu (16/11/2024) lalu. Badai ini memaksa ratusan ribu orang mengungsi dari kediaman mereka. Hingga Senin (18/11/2024) setidaknya delapan orang dilaporan tewas, sehingga total kematian akibat badai di Filipina sejak Oktober lalu menjadi 160 orang.

"Jarang dapat melihat klaster empat angin topan tropis di Pasifik utara bagian barat di saat yang bersamaan, (tapi) menyalahkan perubahan iklim untuk kejadian tidak biasa pada pekan ini tidak dapat dikatakan secara langsung," kata peneliti badai tropis University of Reading di Inggris, Feng Xiangbo, Rabu (20/11/2024).

Feng mengatakan bukti menunjukkan meskipun perubahan iklim meningkatkan intensitas badai, perubahan iklim juga mengurangi frekuensi badai, terutama pada akhir musim dari bulan Oktober hingga November.

Ia menambahkan gelombang atmosfer yang baru-baru ini aktif di dekat khatulistiwa dapat memberikan penjelasan alternatif untuk peningkatan yang tidak biasa ini, tetapi hubungannya dengan perubahan iklim masih belum jelas.

Menurut Pejabat Senior Ilmiah di Observatorium Hong Kong Choy Chun Win, sabuk tekanan tinggi atau dikenal sebagai punggungan sub-tropis menjadi lebih kuat dan membentang lebih jauh ke utara dan barat dari biasanya. Punggung sub-tropis merupakan bagian dari sistem sirkulasi atmosfer global.

Choy mengatakan punggung bukit itu bisa saja mengarahkan badai ke arah barat, mengalihkan badai dari perairan yang lebih dingin dan geseran angin. Punggung bukit biasanya akan melemahkan badai, hal ini memberikan penjelasan mengapa empat badai dapat muncul di saat bersamaan. 

“Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kontribusi perubahan iklim terhadap kemungkinan terjadinya beberapa siklon tropis dan musim siklon tropis yang lebih panjang,” katanya.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement