Kamis 21 Nov 2024 14:39 WIB

Purnawirawan Jenderal AS Minta Presiden Joe Biden Dimakzulkan, Ini Alasannya

Biden dinilai melanggar amandemen ke-25 dan membawa AS ke dalam jurang perperangan.

Presiden AS Joe Biden.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Letnan Jenderal Angkatan Darat AS yang sudah pensiun, Michael Flynn, telah mendesak Wakil Presiden Kamala Harris untuk menerapkan Amandemen ke-25 guna mencegah Presiden Joe Biden 'berjalan sambil tidur' menuju perang dunia ketiga. Kekhawatiran itu disampaikan setelah Biden mengizinkan Ukraina menggunakan rudal ATACMS untuk menyerang jauh di dalam wilayah Rusia.

Meskipun Washington belum secara resmi mengonfirmasi pemberian izin tersebut, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan Kiev telah menggunakan rudal yang dipasok AS untuk menargetkan Wilayah Bryansk Rusia.

Baca Juga

Selain itu, Biden minggu ini memutuskan untuk memasok ranjau darat antipersonel ke Ukraina yang dinilai melanggar janjinya pada 2022 untuk membatasi penggunaannya.

"Dewan Perwakilan Rakyat saat ini harus memakzulkan Biden karena membahayakan Amerika Serikat," tulis Flynn dalam sebuah posting di X dilansir RT.

"Harris harus segera menerapkan Amandemen ke-25 dan menyingkirkan Biden - ia berjalan sambil tidur menuju Perang Dunia III. Mari kita setidaknya memberikan tekanan konstitusional pada Harris karena ingatan Joe yang buruk membuatnya tidak bertanggung jawab."

Sementara itu, sekutu dan calon pejabat Presiden terpilih Donald Trump, seperti mantan anggota Kongres Florida Matt Gaetz, yang ditunjuk menjadi Jaksa Agung AS, tidak boleh tinggal diam. Ia harus mengungkapkan identitas operator negara bagian yang mengendalikan kepresidenan, yang mendesak Biden untuk bertindak gegabah.

“Pejabat AS yang baru harus menghubungi [Presiden Rusia Vladimir] Putin untuk meredakan situasi,” katanya, sambil membandingkan percakapannya sendiri dengan mantan duta besar Rusia, yang menjadikannya salah satu tokoh kunci dalam konspirasi ‘Russiagate’.

“Keadaan yang berbeda tetapi hasil yang sama – deeskalasi,” ungkapnya.

Trump menunjuk Flynn sebagai penasihat tak lama setelah menjabat pada Januari 2017. Namun, Flynn dipaksa mengundurkan diri kurang dari sebulan kemudian setelah dituduh menyesatkan pejabat tentang percakapan telepon dengan Sergey Kislyak, duta besar Rusia untuk AS saat itu.

Kontroversi tersebut memicu tuduhan yang lebih luas bahwa kampanye Trump telah berkolusi dengan Moskow untuk memenangkan pemilu. Tudingan yang dibantah keras oleh Trump dan menuduh Demokrat menyebarkan kebohongan. 

Pada tahun 2017, Flynn mengaku bersalah karena berbohong kepada FBI tentang panggilannya dengan Kislyak tetapi kemudian menarik pembelaannya, dengan mengklaim pemerintah telah mencoba menjebaknya. Departemen Kehakiman mencabut tuntutan terhadap Flynn pada tahun 2020, dan Trump memaafkannya akhir tahun itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement