Kamis 21 Nov 2024 18:26 WIB

Warisan Kesultanan Bima untuk Indonesia dan Dunia

Naskah-naskah berbahasa Melayu dalam jumlah yang cukup banyak ada di Bima.

Kesultanan Bima
Foto: Wikipedia
Kesultanan Bima

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Filolog Henri Chambert- Loir dalam bukunya, Kerajaan Bima Dalam Sastra dan Sejarah, mengungkapkan, dokumen Kesultanan Bima di Nusa Tenggara Barat (NTB) dapat dipilah menjadi tiga golongan.

Pertama, naskah (bo) tentang mitos asal mula raja-raja Bima. Di tengah masyarakat setempat, teks mitos demikian juga berkembang dengan pelbagai versi.

Baca Juga

Kedua, seluruh bo yang berisi catatan resmi dari pihak Kesultanan Bima. Penulisan teks ini berlangsung baik di istana maupun rumah-rumah beberapa pembesar kesultanan.

Sayangnya, mayoritas bo ini musnah akibat peristiwa kebakaran yang terjadi di Bima pada 1918.

Para filolog mesti bekerja keras untuk mengumpulkan, menyunting, dan mempelajari segenap bo yang tersisa.

Ketiga, dokumen yang mengandung teks yang kemudian diterbitkan dalam seri berjudul Syair Kerajaan Bima. Ada beberapa peristiwa yang dinarasikan melalui teks dari tahun 1830 tersebut.

Khazanah literatur yang demikian mem buktikan kiprah Kesultanan Bima dalam perkembangan kebudayaan Melayu di Indonesia. Chambert-Loir mengaku terkejut begitu mengetahui bahwa naskah-naskah berbahasa Melayu dalam jumlah yang cukup banyak ternyata tersimpan di Bima.

Menurut dia, bo Bima dapat dianggap istimewa karena merekam beragam peristiwa secara cukup komprehensif, mulai dari administrasi kerajaan, struktur masyarakat, hukum, hingga persebaran agama Islam.

Ada tradisi tulisan yang berkembang baik di lingkungan istana Bima. Chambert-Loir mengutip penggalan dari Bo Sangaji Kai tahun 1781 tentang keunggulan budaya ini: "Seperkara lagi jangan lupa dan lalai, jikalau sudah berkata-kata atau berbicara, taruh di dalam surat harinya dan bulannya dan tahunnya bagi segala perkataan dan pekerjaan pada satu-satu ketika, supaya kita ketahui dan ingat akan mematuhi jawabnya."

I Wayan Sumerata dalam artikelnya untuk jurnal Forum Arkeologi (November 2014) menjelaskan, di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah berkembang suatu tatanan politik sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha.

Sistem pemerintahan tersebut dinamakan sebagai ncuhi.

Bo Sangaji Kai mengungkapkan adanya lima ncuhi yang dominan, yakni Huu, Daha, Saneo, Nowa, dan Tonda.

Pengaruh animisme memudar seiring dengan masuknya ajaran Hindu-Buddha ke Pulau Sumbawa sekitar abad ketujuh atau kedelapan. Agama ini dibawa dari Jawa atau Bali melalui kontak dengan para pedagang atau kekuatan politik kerajaan besar, semisal Majapahit.

Dua versi Islamisasi

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement