REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Virus H5N1 (flu burung) menjadi ancaman yang lebih besar bagi manusia. Para ilmuwan di British Columbia telah mengidentifikasi sebuah mutasi baru pada virus tersebut yang dapat membuatnya lebih mudah menginfeksi manusia.
Mutasi ini berasal dari kasus seorang remaja yang dirawat dalam kondisi kritis di rumah sakit. Hingga kini, sumber infeksi pada pasien tersebut masih belum diketahui.
Para dokter juga belum memastikan apakah mutasi itu sudah ada pada virus ketika remaja tersebut terinfeksi atau terjadi selama masa sakit. Beberapa ilmuwan berspekulasi, jika mutasi itu terjadi dalam tubuh pasien selama sakit, kemungkinan besar mutase akan hilang begitu pasien pulih.
Namun, para ahli virologi, memperingatkan bahwa mutasi tersebut mengatakan bahwa mutasi tersebut merupakan pengingat bahwa H5N1 berbahaya bagi manusia. Bahkan jika virus ini semakin mampu menginfeksi manusia, potensi untuk memicu pandemi tetap besar.
Scott Hensley, Profesor Mikrobiologi di University of Pennsylvania Perelman School of Medicine, mengatakan bahwa meskipun belum ada indikasi penyebaran dari manusia ke manusia, namun ancaman itu tetap menjadi kekhawatiran. "Urutan genetik baru menunjukkan modifikasi dalam kemampuan virus untuk menyerang sel dan situasi ini membutuhkan peningkatan pengawasan terhadap virus," kata dia seperti dilansir Study Finds, Jumat (22/11/2024).
Virus H5N1 diketahui menyerang reseptor di konjungtiva manusia, yaitu membran tipis yang melapisi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Selaput ini memproduksi lendir dan air mata untuk menjaga kelembaban mata. Agar virus dapat menyebar dengan mudah pada manusia, virus ini harus mampu mengikat reseptor di saluran pernapasan, seperti yang dilakukan oleh influenza A. Dua mutasi yang ditemukan pada kasus remaja tersebut adalah jenis mutasi yang membuat peralihan penting untuk perlekatan reseptor yang efektif di saluran napas manusia.
Kasus di British Columbia ini sangat menarik perhatian bukan hanya karena sumber infeksinya tidak diketahui, tetapi juga karena remaja tersebut jatuh sakit secara kritis. Virus yang telah beredar di Amerika Utara ini hanya menyebabkan penyakit ringan.
Telah ada 53 kasus penyakit yang dikonfirmasi pada manusia di Amerika Serikat tahun ini. Sebagian besar terjadi pada pekerja peternakan sapi perah atau petugas yang menangani unggas terinfeksi. Gejala yang dialami biasanya ringan, sebagian besar konjungtivitis (mata merah), dengan gejala pernapasan ringan. Untungnya, tidak ada yang memerlukan rawat inap.
Petugas Kesehatan Provinsi British Columbia, Bonnie Henry, mencatat bahwa remaja tersebut dirawat di rumah sakit pada 8 November. Kini, beberapa pekan setelah terpapar, orang-orang yang melakukan kontak dengan remaja tersebut tidak jatuh sakit.
Virus yang menginfeksi remaja tersebut bukan versi yang sama dengan virus yang beredar pada sapi perah di Amerika Serikat. Pasien remaja itu terinfeksi dengan versi yang ditemukan pada burung liar.
Virus ini telah menyebabkan wabah pada unggas di British Columbia dan negara bagian Washington. Dalam sebulan terakhir, lebih dari selusin kasus terkait burung liar telah ditemukan di wilayah tersebut.