Jumat 22 Nov 2024 13:33 WIB
Sebulan Kabinet Prabowo

Mendayung di Antara Banyak Karang

Pemerintahan Prabowo terkesan masih main aman dalam kebijakan luar negerinya.

Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri Luar Negeri Sugiono saat menghadiri KTT APEC di Peru.
Foto: Dok Setkab
Presiden Prabowo Subianto didampingi Menteri Luar Negeri Sugiono saat menghadiri KTT APEC di Peru.

Oleh: Fitriyan Zamzami, jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebulan bukan waktu yang panjang dalam skala pemerintahan. Dari aspek kebijakan luar negeri, ada sejumlah kejutan yang muncul dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto meski secara umum masih tampak bermain aman.

Baca Juga

Hanya berselang dua hari dari pelantikan Prabowo, sebuah langkah signifikan diumumkan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono. Ia menyatakan pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan permintaan keanggotaan untuk bergabung dengan aliansi BRICS. Permintaan itu disampaikan Sugiono yang menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024.

BRICS dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuan awal pembentukannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif di antara anggotanya. Negara itu awalnya mencakup Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. 

Namun BRICS memutuskan melakukan ekspansi dan sudah menerima lima anggota baru. Mereka adalah Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir. Selain Indonesia, Malaysia dan Turki juga tertarik bergabung BRICS.

Sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo, langkah ini tak diambil. Ada kekhawatiran bahwa BRICS akan mewujud menjadi blok tandingan negara-negara Barat dan negara-negara maju. Namun, situasi dunia yang mengindikasikan pergeseran sumbu hegemoni agaknya mengubah posisi Indonesia.

Bagaimanapun, Menlu menegaskan bahwa proposal keanggotaan itu bukan berarti Indonesia condong ke blok tertentu. "Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," kata Sugiono.

Presiden Prabowo Subianto kemudian secara resmi memulai kunjungan kerja luar negeri perdananya pada Jumat, 8 November 2024. Keberangkatan ini menandai salah satu perjalanan paling panjang presiden Indonesia. Total 17 hari Prabowo akan berada di luar negeri, menempuh perjalanan ke berbagai negara dari Asia, Amerika, Eropa, dan akhirnya ke Timur Tengah.

photo
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping melakukan inspeksi pasukan saat upacara kenegaraan di Balai Besar Rakyat, Beijing, China pada Sabtu (9/11/2024). - (Florence Lo/Pool Photo via AP)

Mengutip adagium terkenal soal politik luar negeri Indonesia dari bapak bangsa Mohammad Hatta, perjalanan ini menunjukkan sikap Indonesia yang “mendayung di antara dua karang”.

Prabowo memulai perjalanannya dengan berkunjung ke Beijing, Cina. Dalam kunjungan ini, Prabowo Subianto dan Presiden Cina Xi Jinping menandatangai sejumlah poin kesepakatan. Salah satunya jadi sorotan karena dinilai menyalahi sikap Indonesia terkait sengketa di Laut Cina Selatan (LCS). 

“Kedua belah pihak mencapai pemahaman bersama yang penting mengenai pembangunan bersama wilayah klaim yang tumpang tindih dan sepakat untuk membentuk Gabungan Antar Pemerintah Komite Pengarah untuk menjajaki dan memajukan kerja sama yang relevan berdasarkan prinsip ‘saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan, fleksibilitas, pragmatisme, dan musyawarah mufakat,’ sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” bunyi paragraf kontroversial itu.

Tak disebut secara gamblang wilayah mana yang disengketakan itu. Namun, ada petunjuk lain di paragraf terakhir poin itu: “Kedua belah pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap implementasi Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC) secara penuh dan efektif, dan kesimpulan awal kode etik (COC) berdasarkan pembangunan konsensus, sehingga dapat bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.”

Pernyataan ini krusial karena sejumlah hal. Utamanya, ia mengakui soal klaim Cina di laut Cina Selatan, sekaligus mengisyaratkan Indonesia sebagai pihak yang terlibat tumpang tindih klaim. Ini sikap yang tak pernah diambil pemerintahan sebelumnya. 

Namun, kesepakatan itu dengan lekas dimentahkan saat Prabowo kemudian mengunjungi Presiden AS Joe Biden pada 12 November. “Kedua pemimpin tersebut menggarisbawahi dukungan mereka yang tak tergoyahkan untuk menegakkan kebebasan navigasi dan penerbangan serta penghormatan terhadap hak kedaulatan dan yurisdiksi negara-negara pantai atas zona ekonomi eksklusif mereka sesuai dengan hukum laut internasional, sebagaimana tercermin dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982,” bunyi lansiran Gedung Putih.

Kedua pemimpin mencatat keputusan pengadilan arbitrase tahun 2016, yang dibentuk berdasarkan UNCLOS. Putusan pengadilan itu mementahkan klaim Cina di Laut Cina Selatan. Artinya, dalam kunjungan ke AS, Prabowo kembali ke sikap Indonesia sebelumnya.

Dari Amerika Serikat, Presiden Prabowo direncanakan menuju Lima, Peru untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Setelahnya, Presiden Prabowo beserta rombongan terbatas melanjutkan perjalanan menuju Brasil dengan agenda utama menghadiri rangkaian kegiatan KTT G20 yang diselenggarakan di Rio de Janeiro. 

“Dari Brasil saya akan terbang langsung memenuhi undangan dari Perdana Menteri Kerajaan Inggris dan sesudah itu kemungkinan saya akan mampir di beberapa negara Timur Tengah dan berjalan kembali ke Republik Indonesia,” kata Presiden.

photo
Presiden RI Prabowo Subianto bertemu Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer di 10 Downing Street, London, Kamis (21/11/2024). - (Republika)

Di Inggris, seperti juga dalam kunjungan ke Amerika Serikat, Prabowo masih menyatakan ketertarikan Indonesia bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Patut dicatat bahwa OECD kerap dilihat sebagai aliansi negara-negara kekuatan ekonomi lama yang berseberangan dengan BRICS yang menghimpun kekuatan-kekuatan baru. Sekali lagi, Prabowo menunjukkan kesan tak ingin berkubu-kubu.

Sepanjang perjalanan kebijakan luar negerinya sebulan ini, tak ada retorika berapi-api seperti yang kerap ia sampaikan di Tanah Air. Pernyataan-pernyataan Prabowo di berbagai kunjungannya cenderung normatif dan tak lepas dari persoalan-persoalan dalam negeri seperti program peningkatan gizi, transisi energi, pengentasan kemiskinan, dan perekonomian. Secara normatif, ia beberapa kali mendesak gencatan senjata di Ukraina dan Gaza tanpa menunjuk-nunjuk pihak-pihak tertentu. 

Terkait dengan salah satu polemik geopolitik terpenting di dunia saat ini, yakni agresi Israel ke Jalur Gaza, Prabowo juga tak turun langsung. Ia mengirimkan Wakil Menteri Luar Negeri Anis Mata ke KTT negara Arab dan Islam di Riyadh pekan lalu.

Sebulan ini, Prabowo, juga menteri dan wakil menteri terkait tak mencemplungkan diri ke perairan geopolitik yang bergolak. Alih-alih mereka masih berlayar di perairan tenang yang dekat-dekat saja dengan daratan.

photo
Presiden Prabowo Subianto di Rio De Janeiro, Brasil, Senin (18/11/2024) waktu setempat. - (Setneg)

Seperti yang ia lakukan dengan kekuatan-kekuatan politik di Tanah Air, Prabowo masih mencoba merangkul semua pihak. "Kolaborasi selalu lebih baik dari konfrontasi," begitu kata dia di sela pertemuan dengan Xi Jinping.

Mengingat umur pemerintahan Prabowo yang masih bau kencur, adalah wajar posisi yang ia kesankan dalam lawatan luar negeri perdananya ini. Pada menit-menit awal pertandingan, banyak tim memang memilih bermain aman. Masa-masa mendatang, di tengah dunia yang multipolar ini, menarik melihat bagaimana konsistensi pemerintahan Prabowo mendayung di antara banyak karang. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement