REPUBLIKA.CO.ID, DOHA— Pakar militer purnawirawan Kolonel Hatem Karim al-Falahi mengatakan bahwa operasi kompleks yang diumumkan oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), di Rafah di Jalur Gaza selatan membawa pesan dan konotasi militer.
Dalam analisis militernya untuk Aljazeera, dikutip Sabtu (23/11/2024), al-Falahi menjelaskan bahwa operasi Qassam di Rafah terjadi setelah serangkaian operasi melawan tentara penjajah Israel yang dilakukan di Jabalia dan Beit Lahia di utara, daerah Zeitoun di tenggara Kota Gaza, dan Kamp al-Bureij di gubernuran pusat.
Menurut al-Falahi, kembalinya pertempuran ke Rafah membantah klaim Israel bahwa Brigade Rafah Brigade Qassam telah tersingkir setelah pertempuran darat selama empat bulan.
Pada akhir Agustus, Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant (yang kemudian dipecat) mengklaim bahwa tentara Israel telah "menghabisi Brigade Rafah" al-Qassam, setelah operasi darat yang dimulai di kota perbatasan dengan Mesir pada 6 Mei 2024.
Rafah juga kembali ke garis depan lagi setelah pertempuran yang berakhir dengan syahidnya Yahya al-Sinwar, kepala biro politik Hamas, di lingkungan al-Sultan, sebelah barat Rafah, pada 16 Oktober.
Menurut pakar militer tersebut, perkembangan di lapangan ini menegaskan bahwa operasi perlawanan tidak terkonsentrasi di satu wilayah, melainkan di sebagian besar wilayah di Jalur Gaza, sebagai terjemahan dan perwujudan dari “perang gerilya yang saat ini sedang dilakukan oleh para pejuang perlawanan di Gaza.”
Dengan demikian, operasi-operasi ini menegaskan kemampuan perlawanan untuk menimbulkan kerugian manusia dan material pada tentara penjajah di berbagai wilayah konfrontasi.
Mengenai operasi kompleks di Rafah, pakar militer tersebut meyakini bahwa operasi tersebut direncanakan dengan cermat oleh Al-Qassam dan didasarkan pada kemampuan dan sarana yang masih digunakan oleh faksi-faksi perlawanan.
Sebelumnya pada hari Jumat, Al-Qassam mengumumkan operasi kompleks yang dimulai setelah operasi pemantauan dengan menembak mati empat tentara Israel dengan senapan “Ghoul”, yang mengindikasikan bahwa dua tentara terbunuh dengan pasti.
Al-Qassam mengatakan dalam pernyataannya bahwa sebuah tank Merkava yang datang untuk menyelamatkan para prajurit menjadi sasaran rudal anti-peluru kendali Al-Yasin 105, dan mengkonfirmasi bahwa tank tersebut terbakar.
Al-Qassam juga menargetkan sebuah buldoser militer yang maju untuk mengambil tank yang terbakar dengan rudal anti-tank, sementara sebuah helikopter mendarat untuk mengevakuasi korban tewas dan terluka, menurut pernyataan tersebut.