Sabtu 23 Nov 2024 22:18 WIB

Boikot dan Penurunan Daya Beli Bikin Memble Kinerja Produk Pro Israel

Aksi boikot ini sudah sangat masif dan memberikan dampak signifikan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk kecaman atas kekejaman yang dilakukan Israel terhadap warga di Palestina dengan meluncurkan serangan ke wilayah Jabalia, Gaza Utara, Palestina serta menuntut pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan dukungan terhadap Israel. Selain itu aksi tersebut juga mengajak massa aksi dan seluruh warga untuk melakukan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi peduli Palestina menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk kecaman atas kekejaman yang dilakukan Israel terhadap warga di Palestina dengan meluncurkan serangan ke wilayah Jabalia, Gaza Utara, Palestina serta menuntut pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan dukungan terhadap Israel. Selain itu aksi tersebut juga mengajak massa aksi dan seluruh warga untuk melakukan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi mendukung Israel seperti McDonald's, Pizza Hut, KFC, dan Starbucks terus menguat, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara global. Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menilai aksi boikot ini sudah sangat masif dan memberikan dampak signifikan.

"Kalau kita lihat memang isu boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi mendukung Israel cukup kencang. Kita melihat masyarakat sudah mulai gencar untuk melakukan boikot tersebut," ujar Andry saat dihubungi Republika di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).

 

Andry menyampaikan kondisi tersebut diperparah dengan menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Alhasil, hal ini kian memperburuk kinerja perusahaan-perusahaan yang terafiliasi mendukung Israel tersebut. 

 

"Kita melihat di sisi lain juga kemarin juga daya beli masyarakat sedang turun," ucap Andry. 

 

Andry mengatakan masyarakat yang tengah mengalami penurunan daya beli tentu akan beralih terhadap produk dengan harga yang lebih murah. Andry menyampaikan masyarakat pun mendapat banyak pilihan produk lokal yang mampu menggantikan produk-produk yang terafiliasi mendukung Israel dengan harga yang jauh lebih murah. 

 

"Beruntungnya masyarakat Indonesia memang ada alternatif-alternatif lain untuk menggantikan produk-produk tersebut," tambah Andry. 

 

Selain alasan solidaritas, Andry menjelaskan penurunan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan aksi boikot ini. Produk lokal yang digunakan sebagai substitusi umumnya memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan produk-produk internasional yang diboikot.

 

"Kemarin juga daya beli masyarakat sedang turun. Jadi produk tersebut sebagai substitusi ini juga terlihat lebih murah daripada produk-produk yang diboikot. Sehingga konsumen langsung buy in terhadap produk tersebut," ucap Andry. 

 

Menurut Andry, fenomena boikot ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai wilayah lain di dunia. Andry menyampaikan aksi boikot pun memberikan pukulan yang cukup dalam bagi produk-produk terafiliasi mendukung Israel di berbagai belahan dunia. 

 

"Aksi boikot ini tidak hanya di Indonesia tetapi juga di wilayah-wilayah lain, di luar Indonesia. Jadi secara global, efek dari boikot ini sangat-sangat terasa bagi produk-produk terafiliasi tersebut," kata Andry. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement