Ahad 24 Nov 2024 20:56 WIB

Tekanan Boikot Pro-Palestina, Starbucks Pertimbangkan Jual Saham Lokal di China

Lingkungan persaingan di China sangat ekstrem.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Seorang perempuan melintasi logo Starbucks di Beijing, China.
Foto: EPA
Seorang perempuan melintasi logo Starbucks di Beijing, China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Starbucks, raksasa kopi dunia mengungkapkan, mereka sedang mempertimbangkan untuk menjual sebagian saham bisnisnya di China kepada mitra lokal. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap penurunan penjualan yang signifikan di pasar China, serta untuk memperbaiki posisi perusahaan yang tertekan akibat boikot dari kelompok pro-Palestina, yang menyoroti hubungan perusahaan dengan Israel.

Starbucks, yang mengoperasikan hampir 7.600 gerai di China, melaporkan penurunan penjualan sebesar 14 persen selama tiga kuartal berturut-turut. Padahal, China merupakan pasar terbesar kedua bagi Starbucks setelah Amerika Serikat (AS). Perusahaan kini menghadapi persaingan ketat dengan merek lokal seperti Luckin Coffee. Bahkan, pada tahun lalu, Luckin Coffee berhasil mengalahkan Starbucks dalam hal penjualan tahunan di China.

Baca Juga

CEO Starbucks Brian Niccol mengatakan, perusahaan sedang mencari cara untuk tumbuh kembali di pasar yang sangat kompetitif ini. "Lingkungan persaingan di China sangat ekstrem. Kami perlu mencari cara baru untuk berkembang, dan itu mungkin melibatkan kemitraan strategis dengan mitra lokal," ujar Niccol dalam panggilan dengan investor pada akhir Oktober dikutip dari Reuters, Ahad (24/11/2024).

Sebagai bagian dari upaya pemulihan, Starbucks mempertimbangkan untuk menjual sebagian saham operasionalnya kepada investor lokal atau perusahaan ekuitas swasta yang tertarik berinvestasi di China. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat keberadaan Starbucks di pasar tersebut dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan konsumen lokal yang lebih mendalam.

Selain tantangan persaingan, Starbucks juga menghadapi boikot karena dugaan dukungannya terhadap Israel, meskipun perusahaan membantahnya. Boikot juga tidak secara langsung memengaruhi penjualan di China, namun persepsi negatif terhadap perusahaan dapat berpengaruh pada keputusan pembelian konsumen. Oleh karena itu, Starbucks mempertimbangkan untuk menjual saham kepada mitra lokal di China sebagai langkah strategis untuk mengurangi dampak boikot tersebut.

Selain fokus pada penurunan penjualannya di China, Starbucks juga memperhatikan penurunan daya beli konsumen secara global. Dalam upaya memulihkan kinerjanya, perusahaan berencana menjajaki kemitraan strategis yang dapat membantu memperkuat daya saingnya di pasar yang semakin berubah ini.

"Strategi kami adalah mengembangkan kemitraan yang kuat untuk menciptakan nilai jangka panjang. Ini termasuk menjajaki opsi kemitraan yang dapat membantu kami berkembang lebih cepat di China dan pasar global lainnya," kata Niccol.

Meski menghadapi tantangan besar di China, pasar ini tetap memiliki potensi yang besar. Starbucks ingin memastikan tetap relevan dan mampu bersaing dengan merek lokal yang semakin menguasai pasar. Penjualan saham kepada mitra lokal menjadi solusi yang diharapkan dapat memperkuat posisi mereka di pasar yang sedang berkembang ini. Dengan kemitraan strategis, Starbucks dapat memperoleh wawasan lebih dalam tentang preferensi lokal dan merancang strategi yang lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen di China.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement