REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedatangan Islam di nusantara tidak lepas dari kedaulatan Sriwijaya di jalur maritim Samudra Hindia. Kerajaan ini menjadi tempat persinggahan para pedagang dari Arab, Persia, India, dan Cina. Nama lain Sriwijaya bagi orang-orang Arab dan Persia adalah Zabaj atau Zabag, sedangkan bagi masyarakat Cina saat itu istilahnya Sanfoqi.
Sriwijaya sering mengirimkan utusan kepada kaisar Cina untuk meningkatkan hubungan diplomatik dan perniagaan. Fakta yang menarik adalah, berdasarkan sumber-sumber Cina, beberapa utusan Sriwijaya untuk Dinasti Song ternyata menyandang nama Muslim.
Misalnya, Ali Shadi (Li Shu ti) yang tiba di Cina pada 960, Ali Leyli (Li Li lin) pada 962, Ali Hamid (Li He Mo) pada 971, atau Ali Badi (Li Mei di) pada 1008. Bagaimanapun, Sriwijaya mengambil Buddha sebagai kepercayaan resmi sehingga wajar dakwah agama-agama selainnya kurang begitu berkembang.
Kasori Mujahid dalam buku Di Bawah Panji Estergon mengutip Yaqut Shihab al-Din ibn-Abdullah al Rumial-Hamawi dalam Mu’jam al Buldan. Kitab tersebut menerangkan jika Sribuza, Zabaj atau Sriwijaya adalah kerajaan terkenal saat itu. Para pedagang Arab dan Persia pun sering datang ke kerajaan yang berpusat di tepi Sungai Musi.
Interaksi antara pedagang Arab dan Persia dengan Sriwijaya merupakan faktor penting yang mendorong Maharaja Sriwijaya mengirim surat kepada Khalifah Bani Umayyah.
Sayyid Qudratullah Fatimi (S.Q Fatimi) dalam Two Letters from Maharaja to The Khalifah mengidentifikasi addenda (lampiran) surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Bani Umayyah, yakni surat kepada Muawiyah dari kitab Al-Hayawan, karya Abu Usman Amr bin Bahr atau dikenal dengan Al-Jahiz (776-869 M/150-255 H).
Fatimi mencatat, surat itu ditemukan di sebuah diwan (sekretariat) Khalifah Mu’awiyah oleh Abdul Malik bin Umair dalam lemari arsip Bani Umayyah yang disampaikan kepada Abu Yusuf ats-Tsaqofi. Surat ini terdapat pada subbab Kitab Malik as-Sin. Fatimi menerjemahkan as-Sin dengan al-Hind dengan salah satu alasan bahwa surat ini memiliki gaya tipikal surat resmi penguasa Kepulauan Hindia (Malik al-Hindi).
“Al Haytsam bin Adi telah menceritakan dari Abu Ya’qub al-Tsaqafi, dari Abdul Malik bin Umair berkata bahwa ia melihat dalam sekretariat Khalifah Mu’awiyah (setelah ia meninggal) sebuah surat dari Raja al-Shin bertuliskan: dari Raja-al-Shin yang di kandangnya terdapat ribuan gajah, yang istananya terbuat dari bata emas dan perak, yang dilayani oleh ribuan anak perempuan raja-raja dan yang memiliki dua sungai yang mengairi Gaharu, kepada Muawiyah.“
Surat yang terdapat dalam kitab al-Jahidz ini sebatas pembuka surat saja, belum merupakan intinya. Fatimi menyayangkan terpotongnya kutipan al-Jahidz mengingat surat dikirim dari negeri yang jauh untuk khalifah pertama setelah Khulafa ar-Rasyidin.