REPUBLIKA.CO.ID, Hari Guru sering kali menjadi momen bagi siswa dan orang tua untuk menunjukkan penghargaan kepada guru atas dedikasi dan pengabdian mereka. Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah dengan memberikan hadiah. Namun, apakah tindakan ini sesuai dengan ajaran Islam, atau justru mengandung unsur yang dilarang?
Menurut Ustadz Hafiz Taqwa,LC., M.Ed. dosen Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, menjelaskan, pemberian hadiah pada dasarnya adalah perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
تَهَادُوا تَحَابُّوا
"Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai."(HR. Bukhari).
Namun, Ustadz Hafiz menegaskan bahwa hadiah yang diberikan dalam konteks pekerjaan dapat berubah hukumnya menjadi tidak diperbolehkan. Hal ini disebabkan adanya unsur gratifikasi, risywah (suap), atau pengaruh yang dapat memengaruhi sikap dan keadilan guru dalam mendidik siswa.
"Bahkan, pemberian hadiah yang demikian dapat menjadi beban bagi wali murid yang merasa terpaksa mengikuti tradisi ini." ujarnya.
Ustadz Hafiz mengutip hadis yang menyatakan Rasulullah ﷺ melarang perbuatan tersebut yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا، فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
"Siapa saja yang telah kami pekerjakan dan telah kami beri rezeki (upah tetap), maka semua harta yang dia dapatkan di luar hal itu adalah harta ghulul (khianat)." (HR. Abu Dawud: 2943).
Hadis ini menunjukkan bahwa pemberian tambahan berupa hadiah dalam konteks pekerjaan dianggap tidak dibenarkan jika tidak melalui aturan yang jelas. Hal ini termasuk hadiah untuk guru sebagai bentuk apresiasi atas pekerjaannya.