REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Survei yang dilakukan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menemukan bahwa upah 74 persen guru honorer berada di bawah upah minimum regional (UMR) tak heran, kebanyakan mengambil pekerjaan sampingan dan berutang untuk menyambung hidup.
Dalam survei itu ditemukan bahwa sebanyak 74 persen guru honorer/kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan. Bahkan 20,5 persen diantaranya masih berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu. Sebagai gambaran rendahnya upah ini, rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia pada 2024 ini adalah Rp 3,1 juta. Upah regional tertinggi berada pada angka Rp 5,3 juta sementara terendah Rp 2 juta.
Sedangkan rerata garis kemiskinan per kapita per bulan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp 582.932. Sedangkan garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.786.415 per bulan.
"Artinya apa? Tidak lebih baik daripada buruh yang kadang-kadang buruh itu tidak mengandalkan pendidikan," katanya dalam diskusi di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa. “Di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun para guru terutama guru honorer masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.” Survei tersebut dilakukan pada Mei 2024 di 25 provinsi dengan data-data hasil menggunakan metode pengambilan sampel nonsimulasi probabilitas.
Minimnya penghasilan dari pekerjaan utama juga membuat para guru kebanyakan mengambil pekerjaan sampingan. Sebanyak 39,1 persen bekerja sampingan sebagai pengajar bimbingan belajar dan les privat. Sementara 29,3 persen berdagang, 12,8 persen bertani, 4,4 persen buruh, 4 persen konten kreator, 3,1 pengemudi ojek online, 1,3 persen penceramah, 0,8 persen penulis, dan 4,8 persen pekerjaan lainnya.
Bagaimanapun, pekerjaan utama dan tambahan dari pekerjaan sampingan itu juga masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini menjadikan berhutang sebagai salah satu jalan untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8 persen guru mengaku memiliki utang.
Sebanyak 52,6 persen menyatakan berutang pada bank dan BPR, 19,3 persen berutang pada keluarga, 13,7 persen berutang ke koperasi, 8,7 persen berutang ke teman atau tetangga, dan 5,2 persen berutang pada pinjaman online.
Jika utang tak bisa lagi menutupi kebutuhan, barang-barang terpaksa digadaikan. Menurut survei, sebanyak 38,5 persen guru pernah menggadaikan emas, 14 persen menggadaikan surat kendaraan, 13 persen menggadaikan sertifikat rumah/tanah, 4,3 persen menggadaikan mas kawin, 1,7 persen SK PNS, 1,3 menggadaikan telepon genggam, 0,8 persen menggadaikan kamera, dan 10,4 persen menggadaikan barang-barang lainnya.
Ajaibnya, di tengah kondisi itu, sebanyak 93,5 persen guru masih berkeinginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai pendidik sampai tibanya masa pensiun.