REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Satria, satu dari tiga siswa SMKN 4 Semarang, Jawa Tengah, yang menjadi korban penembakan oknum polisi, dikenal sebagai pribadi saleh. Dia sering mengaji di sebuah pondok pesantren di dekat rumahnya di daerah Jrakah, Kecamatan Tugu, Kota Semarang.
Pada Selasa (26/11/2024) siang, Republika bersama beberapa awak media lain, mengunjungi kediaman Satria yang berlokasi di RT04/02, Jrakah, Tugu, Kota Semarang. Namun rumahnya, yang terletak di dalam gang, tampak sepi. Ketika pintu rumah diketuk pun tak ada yang merespons dari dalam.
Namun Ketua RT04/02, Aris Widarto, sempat ditemui di lokasi. Aris mengungkapkan, keluarga Satria memang telah berpesan kepadanya bahwa mereka tidak mau diganggu terlebih dulu.
Satria tinggal bersama orang tuanya. Ayahnya adalah pekerja serabutan. Dia bekerja sebagai penjual kerupuk, sopir mobil boks, dan terkadang menjadi salesman. Sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Menurut Aris, sehari-harinya Satria dikenal sebagai pribadi yang baik oleh warga sekitar. "Dia biasa ikut ngaji di Pondok Pesantren Daarun Najaah sehabis Isya. Jarang keluar malam juga," ucapnya.
Satria juga sering membantu pekerjaan ayahnya. "Biasa bantu bapaknya jual kerupuk. Muter jualannya," ujar Aris.
Oleh sebab itu, Aris mengaku tak percaya jika Satria disebut terlibat kelompok gangster remaja atau biasa disebut kreak. "Tidak benar kalau menurut saya (Satria anggota kreak). Kalau di sini Mas Satria itu baik. Sering mengaji dan bantu orang tua," ucapnya.
Keterangan Aris diamini beberapa warga RT04/02 lainnya. "Sehari-hari enggak pernah dolan (main). Paling di lingkungan sini saja, terus ke pondok (Daarun Najaah)," kata seorang warga yang enggan dipublikasikan identitasnya.
Seorang warga lainnya mengungkapkan, Satria pulang ke rumahnya pada Selasa pagi. Sebelumnya dia sempat dirawat di Rumah Sakit Tugu, Ngaliyan, karena luka tembak di tangan kirinya. "Anaknya di kampung baik kok. Enggak pernah ada apa-apa. Ngaji ya ngaji, ke mushala ya ke mushala" ucapnya.