Selasa 26 Nov 2024 19:17 WIB

Dukung Social Security Summit 2024, Menaker: Kelompok Rentan Harus Diselamatkan

Yassierli berharap, diskusi ini dapat melahirkan strategi terkait jaminan sosial

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo memberikan cenderamata pada Menteri Ketenagakerjaan Yassierli
Foto: Tangkapan layar
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo memberikan cenderamata pada Menteri Ketenagakerjaan Yassierli

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menilai penyelamatan kelas menengah dan kelompok rentan harus dilakukan. Apalagi, Indonesia sudah punya cita-cita besar Indonesia emas 2045. Seharusnya, ada penurunan tingkat kemiskinan. Namun, melihat kondisi saat ini pekerja informal cenderung tinggi ada 68,2 persen dan masyarakat rentan ada di 62,5 persen.

"Ini semua tantangan ada gap kondisi saat ini. Jadi, memang harus duduk bersama semua yang terkait karena menuju Indonesia emas harus disusun strateginya," ujar Yassierli saat memberikan sambutan di acara Social Security Summit 2024 Cari Solusi Indonesia Lepas Dari Middle Income Trap di Hotel Bidakara, Selasa (26/11/2024).

Baca Juga

Kegiatan yang digelar pertama kali digelar oleh BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan sebuah langkah strategis sebagai upaya untuk mendorong produktivitas pekerja dan pertumbuhan ekonomi nasional. Yakni, melalui optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan.

Yassierli pun mengungkapkan dukungan dan apresiasinya terhadap kegiatan Social Security Summit 2024 ini. Yassierli berharap, diskusi ini dapat melahirkan strategi terkait jaminan sosial terhadap masyarakat. "Semoga hasil diskusi nanti benar-benar keluar dengan suatu strategi dan solusi. Dan kami dari Kementerian Ketenagakerjaan menunggu, kira-kira terkait dengan kami regulasi seperti apa, kebijakan seperti apa, dan strategi seperti apa yang harus kami tempuh," katanya.

Yassierli pun mengajak semua pihak untuk melihat BPJS Ketenagakerjaan ini tak hanya sebatas asuransi. Namun, harus disusun strategi agar BPJS Ketenagakerjaan ini bisa lebih preventif dan mencari solusi.

"Misalnya, di BPJS Naker ada jaminan kecelakaan kerja, ini harus dibedah penyebabnya apa, ada yang bisa dilakukan untuk preventif dan harus seperti apa agar tak terjadi kecelakaan," katanya.

Begitu juga, kata dia, dengan jaminan kehilangan pekerjaan, seharusnya bisa dimitigasi dari awal. Yakni, harus disusun strategi bagaimana intervensi ke industri dan bentuk regulasi intensif pemerintah terkait isu kehilangan pekerjaan ini harus seperti apa. "Jadi bisa dilihat efektif strateginya seperti apa. Kemenaker sendiri pada 2025 akan gulirkan gerakan produktivitas nasional," katanya.

Selain itu Menaker juga menitipkan beberapa hal yang perlu dibahas, di antaranya perihal perlindungan jaminan sosial, hingga perlunya pendekatan yang lebih preventif yang terkait dengan jaminan ketenagakerjaan.

"BPJS ketenagakerjaan akan memiliki peran yang sangat signifikan ke depan dalam aksi-aksi ataupun intervensi-intervensi yang sifatnya proaktif. Kita tunggu hasil rekomendasinya," katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menjelaskan bahwa hadirnya Social Security Summit 2024 merupakan bentuk respon terhadap tantangan besar yang kini tengah dihadapi sejumlah negara-negara berpenghasilan menengah termasuk Indonesia, yaitu "middle income trap."

Fenomena ini terjadi, ketika negara-negara berpenghasilan menengah mengalami stagnasi dan kesulitan untuk bertransisi menuju status negara berpenghasilan tinggi.

"Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap middle income trap adalah ketidakcukupan sistem jaminan sosial yang mampu mendukung pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan," kata Anggoro.

Menurutnya, ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, rendahnya akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial membuat masyarakat semakin rentan dan menghambat inovasi serta produktivitas.

Terlebih saat ini struktur pekerja Indonesia didominasi oleh sektor informal yang angkanya mencapai hampir 60 persen atau sejumlah 84,13 juta. Selain itu demografi penduduk Indonesia tengah bergerak menuju era ageing population, di mana proporsi penduduk lansia jumlahnya tersebut mengalami peningkatan.

Hal ini menurut Anggoro patut menjadi perhatian pemerintah dan seluruh pihak, sebab pekerja informal dan penduduk lansia rentan untuk jatuh dalam kemiskinan saat mengalami risiko sosial ekonomi.

Untuk itu perluasan coverage jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi sebuah hal yang mutlak dilakukan, agar visi Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.

Pasalnya hingga Oktober 2024, jumlah pekerja yang terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan baru mencapai 40,83 juta dan didominasi oleh segmen formal atau Penerima Upah (PU) sebesar 25,8 juta pekerja. Sedangkan sektor pekerja informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) jumlahnya sebesar 9,4 juta pekerja.

Dengan melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, Social Security Summit 2024 ini diharapkan mampu menjadi ajang diskusi untuk menghadirkan solusi inovatif dan strategi kolaboratif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya dalam hal ini kesejahteraan pekerja yang merupakan cita-cita kita bersama.

"Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia adalah langkah penting untuk melindungi hak dan kesejahteraan pekerja. Dengan kerja sama yang erat dari semua pihak, saya yakin kita bisa bergerak bersama membangun Indonesia sejahtera," papar Anggoro.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement