REPUBLIKA.CO.ID, Apa pun bentuknya, Islam mengutuk keras praktik curang. Di dalam Alquran, Allah SWT bahkan berfirman, "Kecelakaan besar bagi mereka yang berlaku curang." (QS al-Muthaffifin: 1).
Ketika Nabi SAW baru sampai di Madinah, penduduk kota itu memang terkenal curang, terutama dalam takaran. Namun, selepas Allah SWT menurunkan ayat tersebut, mereka pun menjadi lebih baik dalam menggunakan takaran saat jual beli.
Imam Ibnu Katsir mengungkapkan, al-muthaffifin berasal dari kata tathfif. Artinya yakni curang dalam memakai takaran dan timbangan. Ada kalanya mereka meminta tambahan bila menagih orang lain. Sebaliknya, dia mengurangi takaran bila melakukan pembayaran. Karena itu, ayat selanjutnya dalam surat tersebut berbunyi, "Apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan. Apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain) mereka mengurangi."
Dalam pengertian lainnya, al-muthaffifin diambil dari kata thaffa atau melompat. Prof Quraish Shihab menganalogikan kata ini seperti meloncati pagar atau mendekati atau hampir seperti gelas yang tidak penuh. Ahli tafsir ini berpendapat, seseorang yang meloncati pagar, misalnya, adalah orang yang tidak melakukan cara yang wajar. Demikian dengan mereka yang tidak memenuhkan gelas yang mestinya penuh.
Menurut dia, ayat tersebut merupakan ancaman kepada semua pihak agar tidak melakukan kecurangan dalam penimbangan dan pengukuran, termasuk melakukan standar ganda. Perlakuan sema cam ini bukan saja kecurangan, melainkan juga pencurian dan bukti kebejatan hati pelakunya. Di sisi lain, kecurangan ini menunjukkan pula keangkuhan dan pelecehan.