REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum pidana, Suparji Ahmad menilai, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menolak praperadilan, menunjukkan penetapan tersangka Thomas Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka impor gula, sudah sesuai dengan prosedur.
Suparji mengapresiasi jalannya persidangan praperadilan yang sudah berjalan secara transparan dan akuntabel. “Semua pihak, baik pemohon maupun termohon, termasuk publik agar menghormati putusan tersebut,” kata Suparji.
Menurutnya, putusan tersebut merupakan putusan yang sudah sesuai dengan prosedur maupun substansi dalam konteks praperadilan. “Ini harus dihormati sebagai suatu kebenaran,” ungkapnya, Rabu (27/11/2024).
Keputusan PN Jaksel yang menolak praperadilan Tom Lembong, menurut Suparji, menunjukkan kinerja Kejagung dalam penetapan tersangka Tom Lembong dalam perkara impor gula, sudah sesuai dengan mekanisme yang benar dan profesional.
“Jadi ini (penetapan tersangka Tom Lembong) bukan kriminalisasi karena praperadilan merupakan mekanisme kontrol horisontal supaya aparat penegak hukum dalam bekerja tidak sewenang-wenang dan melanggar HAM. Dan dalam prosesnya praperadilan Tom Lembong sudah ditolak pengadilan,” kata Suparji.
Ia juga meminta pembelaan terhadap seorang tersangka, tidak terdistorsi misalnya pada hal-hal yang tidak subtansial. “Semacam akan muncul narasi kalau ini kena (dijadikan tersangka) maka Mendag (Menteri Perdagangan) yang lain juga akan kena (juga akan dijadikan tersangka),” jelas Suparji. Pembelaan, lanjut Suparji, bisa terfokus pada bagaimana kepentingan tersangka nanti.
Suparji juga mengajak pegiat media sosial maupun media lainnya untuk bekerja secara proporsional. Mereka agar tidak menghakimi siapa yang salah dan benar, tetapi menyampaikan informasi secara berimbang. dalam konteks memberi pencerahan kepada publik.
“Semua kembalikan semua ke proses hukum, yang menjadi kewenangan dari hakim, jaksa, pengacara, bagaimana memberi keadilan nanti. Tugas publik adalah mengawasi, mencermati, tidak membangun polarisasi yang tidak proporsional dan tidak prosedural,” papar Suparji.
Menurutnya, opini adanya kriminalisasi terhadap Tom Lembong adalah penghakiman yang tidak proporsional. dan tidak bisa dibuktikan Kata Suparji, dalam penetapan seseorang menjadi tersangka, pasti Kejagung memiliki alat bukti yang cukup secara kualitas dan kuantitas. “Itu sangat berisiko sehingga tidak mungkin dilakukan Kejagung,” ungkap Suparji.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan menteri perdagangan (mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Permohonan praperadilan itu diajukan Lembong terkait keabsahan penetapannya sebagai tersangka korupsi pemberian izin impor gula di Kemendag 2015-2023.
Hakim tunggal praperadilan Tumpanuli Marbun dalam putusannya, Selasa (26/11/2024) menyatakan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) sah menurut hukum. “Mengadili: dalam pokok perkara: satu, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” begitu kata Hakim Tumpanuli saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (26/11/2024).