Rabu 27 Nov 2024 20:59 WIB

Pejabat BI Ini Ungkap Rahasia UMKM Bisa Tembus Pasar Ekspor

Pejabat BI yang mengepalai Grup Pengembangan UMKM Keuangan Inklusif Bank Indonesia mengungkap rahasia UMKM bisa tembus pasar ekspor. Ada banyak hal yang harus dilakukan pelaku UMKM, antara lain memiliki sertifikasi. Rahasia lainnya apa lagi?

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Pejabat BI Elsya MS Chani mengungkap rahasia agar UMKM bisa tembus pasar ekspor di acara Peringatan Bulan Mutu Nasional yang diadakan oleh BSN. Sumber: priyantono oemar

Di depan para pelaku UMKM, pejabat Bank Indonesia (BI) ini mengungkapkan rahasia agar UMKM bisa tembus pasar ekspor. Menurut dia, media sosial dan lokapasar telah membantu banyak pelaku UMKM mengenalkan produknya ke luar negeri.

Pejabat BI itu bicara di depan para pelaku UMKM yang menghadiri acara Peringatan Bulan Mutu Nasional. Acara diadakan Badan Standardisasi Nasional (BSN) di Jakarta pada 20-21 November 2024.

Menurut pejabat BI itu, memasang foto produk di media sosial dan lokapasar bisa mendorong ekspor. Itu yang pada awalnya dilakukan oleh pemilik Naruna Keramik, Salatiga, Roy Wibisono, melakukan ekspor secara eceran setelah ada pembeli yang melihat produknya di media sosial.

Dari ekspor eceran kemudian ia kembangkan ke ekspor yang besar, yang sistem perizinannya lebih rumit. Kendati begitu, Roy tetap berani menyebut bahwa ekspor itu mudah.

Ketika berbicara di depan para pelaku UMKM, pejabat BI itu mengingatkan agar para pelaku UMKM yang sedang berencana ekspor tidak terjebak pada jargon ekspor itu mudah. Pejabat BI itu, Elsya MS Chani, adalah kepala Grup Pengembangan UMKM & Keuangan Inklusif BI.

Menurut Elsya, ada banyak hal yang harus benar-benar diperhatikan oleh para pelaku UMKM sebelum melakukan ekspor. Menurut data 2019, kata Elsya, di Indonesia ada 64,2 juta UMKM. Kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 61,07 persen.

“Kontribusi UMKM terhadap ekspor mencapai 15,7 persen dari target 2024 sebesar 17 persen,” ungkap Elsya. UMKM Indonesia juga memiliki kontribusi terhadap rantai pasok global, yaitu sebesar 4,1 persen.

Kopi menjadi salah satu komoditas UMKM yang potensial untuk pasar ekspor, selain wastra dan kerajinan, serta mamin olahan dan rempah-rempah. Tapi, kopi sedang menghadapi tantangan karena iklim yang tidak menentu.

“Banyak petani kopi yang sering gagal panen. Perlu penanaman bibit baru yang tahan iklim,” kata Elsya.

Kendati begitu, tak semua produk kopi, wastra, kerajinan, mamin olahan, dan rempah bisa semua masuk ke pasar ekspor. Elsya menyebut jenis produk dan kualitas produk akan menentukan bisa tidaknya sebuah produk bisa tembus pasar ekspor.

Karena itu, perlu diketahui minat pasar. Masing-masing negara berbeda-beda minatnya.

Rahasia itu, harus diketahui para pelaku UMKM yang ingin produknya tembus pasar ekspor. Menurut Elsya, BI bekerja sama dengan LPEM FEB UI telah menyusun modul ekspor bagi pelaku UMKM.

Ada sembilan langkah terstruktur yang perlu dilakukan UMKM untuk menembus pasar ekspor:

1. Evaluasi kesiapan dan menyusun perencanaan go global

2. Memantapkan kesiapan produk ekspor

3. Mengenal dan memetakan pasar tujuan ekspor (pemetaan negara)

4. Mengenal regulasi dan etika perdagangan internasional

5. Promosi dan pemasaran ekspor

6. Manajemen keuangan dan pembiayaan ekspor

7. Legalitas dan manajemen organisasi perusahaan ekspor

8. Perjanjian, transkasi, dan pengiriman produk ekspor

9. Program pendukung dan pendampingan ekspor

BI, kata Elsya, membina UMKM antara lain untuk membantu UMKM mendapat akses pembiayaan. Juga, untuk memberi fasilitasi peningkatan kapasitas keuangan, menyediakan basis data UMKM, membantu menyusun strategi naik kelas, dan sebagainya.


Pejabat BI Elsya MS Chani mengungkap rahasia agar UMKM bisa tembus pasar ekspor di acara Peringatan Bulan Mutu Nasional yang diadakan oleh BSN. Sumber: priyantono oemar

Saat ini, kata pejabat BI Elsya MS Chani, UMKM masih memiliki tantangan besar untuk bisa siap tembus pasar ekspor. Mereka masih memiliki keterbatasan informasi intelijen pasar dan masih terkendala oleh realisasi model pembiayaan UMKM ekspor.

Selain itu, di internal UMKM juga masih banyak yang harus dibenahi. Banyak yang belum memiliki kelembagaan formal. Mindset dan manajemen profesional juga belum terbentuk, pengetahuan tentang ekspor pun masih terbatas.

Citra merek, termasuk informasi produk yang dimiliki banyak UMKM, belum sesuai tren pasar. Kemampuan komunikasi dan media pemasarannya juga masih terbatas. Itu semua merupakan rahasia pelaku UMKM, yang menghalangi mereka bisa tembus pasar ekspor.

Dan ini yang tak kalah pentingnya. “Kuantitas, kualitas, kapasitas, kontinyuitas, dan kemasan (5K) serta standardisasi dan sertifikasi (2S) produk UMKM juga banyak yang belum sesuai permintaan,” kata Elsya.

BI, menurut Elsya, memiliki strategi akselerasi UMKM go global. Pengembangan UMKM berorientasi ekspor dilakukan dari hulu ke hilir melalui dua strategi besar. Yaitu pull strategy (market driven) dan push strategy, yaitu melalui fasilitasi pemenuhan sertifikasi kepada UMKM binaan dan mitra BI.

Dengan misinya, BI membina 2.218 UMKM per triwulan II 2024. Tersebar di Sumatra (605 UMKM), Jawa (795 UMKM), Kalimantan (253 UMKM), Bali dan Nusa Tenggara (153 UMKM), Sulawesi, Maluku, dan Papua (412 UMKM).

Sebanyak 405 UMKM sudah melakukan ekspor. Cakupannya, produk mamin olahan (127 UMKM), wastra dan fashion (104 UMKM), kopi (39 UMKM), komoditas pertanian dan perikanan (25 UMKM), dan kerajinan/kriya (99 UMKM), serta produk lainnya (alas kaki dan jasa) (11 UMKM).

Selain perlu menerapkan manajemen profesional, sertifikasi menjadi hal yang perlu benar-benar diperhatikan oleh para pelaku UMKM untuk bisa siap menembus pasar ekspor.

Hingga Oktober 2024, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah memberikan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) kepada sebanyak 775.763 pelaku UMKM. Mereka mendapatkan tanda SNI Bina UMK, untuk lebih dari 910.181 produk.

“Standardisasi berpengaruh terhadap 21,2 persen pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan 14,5 persen pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia,” ujar Kepala BSN Kukuh S Achmad mengutip laporan tentang Dampak Standardisasi terhadap Ekonomi di Indonesia.

Laporan tersebut menyampaikan analisis periode 1994-2019 untuk mengeksplorasi dam[ak standardiasi terhadap produktivitas kerja. Ada peningkatan satu persen dala, jumlah standar berkaitan dengan peningkatan 0,16 persen produktivitas tenaga kerja.

Pertumbuhan jumlah standar juag berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada pperiode 1994 – 2019 itu, jumlah standar di Indonesia tumbuh 6,1 persen per tahun. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja mencapai 4,5 persen per tahun.

Priyantono Oemar

sumber : https://oohya.republika.co.id/posts/489901/pejabat-bi-ini-ungkap-rahasia-umkm-bisa-tembus-pasar-ekspor
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement