Kamis 28 Nov 2024 09:45 WIB

Waspada Fenomena Skema Pay Later yang Semakin Populer

Skema mencicil pembayaran terlihat menarik bagi warga Amerika Serikat.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi paylater.
Foto: Freepik
Ilustrasi paylater.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena buy now, pay later (BNPL) atau beli sekarang, bayar nanti terus mengalami peningkatan pada musim liburan ini. Skema mencicil pembayaran terlihat menarik bagi warga Amerika Serikat (AS) yang masih merasakan dampak inflasi berkepanjangan dan sudah memiliki utang kartu kredit yang mencapai rekor tertinggi.

Perusahaan data Adobe Analytics memperkirakan pembeli akan menghabiskan 11,4 persen lebih banyak pada musim liburan ini dengan menggunakan fitur BNPL dibandingkan tahun lalu. Perusahaan tersebut memperkirakan pembeli akan membeli barang senilai 18,5 miliar dolar AS menggunakan layanan pihak ketiga tersebut selama periode 1 November hingga 31 Desember, dengan pembelian senilai 993 juta dolar AS pada Cyber ​​Monday saja.

Baca Juga

"Beli sekarang, bayar nanti sangat menarik bagi konsumen yang memiliki skor kredit rendah atau tidak memiliki riwayat kredit, seperti pembeli yang lebih muda," bunyi laporan Adobe Analytics seperti dikutip dari AP News di Jakarta, Kamis (28/11/2024).

Pasalnya, sebagian besar perusahaan yang menyediakan layanan tersebut hanya menjalankan pemeriksaan kredit ringan dan tidak melaporkan pinjaman dan riwayat pembayaran ke biro kredit atau berbeda dengan perusahaan kartu kredit. Pada musim liburan ini, pengguna yang melakukan skema BNPL merasa lebih yakin jika transaksi berjalan tidak sesuai rencana.

Pada Mei, Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) atau Biro Perlindungan Finansial Konsumen mengatakan perusahaan yang menawarkan BNPL harus mematuhi peraturan lain yang mengatur kredit tradisional, seperti menyediakan cara untuk meminta pengembalian dana.

Untuk menggunakan skema BNPL, konsumen biasanya mendaftar dengan informasi rekening bank atau kartu debit atau kredit, dan setuju untuk membayar pembelian dengan cicilan bulanan, biasanya selama delapan minggu atau lebih. Pinjaman tersebut dipasarkan dengan bunga rendah atau tanpa bunga, atau hanya biaya bersyarat, seperti biaya keterlambatan pembayaran. Klarna, Afterpay, dan Affirm adalah tiga perusahaan terbesar yang menerapkan skema BNPL.

Namun, para CFPB memperingatkan pembeli yang mendaftar untuk rencana pembayaran menggunakan kartu kredit dapat dikenai bunga dan biaya yang lebih besar. Hal ini karena pembeli akan dikenai bunga atas pembayaran kartu kredit, jika dilakukan setiap bulan, di samping biaya keterlambatan, bunga, atau denda dari pinjaman beli sekarang bayar nanti itu sendiri.

"Para ahli menyarankan agar tidak menggunakan kartu kredit untuk membayar rencana ini karena alasan ini," ucap laporan CFPB.

Pengawas konsumen juga mengatakan rencana tersebut menyebabkan konsumen mengeluarkan lebih banyak uang karena jika tidak membayar harga penuh di muka membuat, setidaknya dalam benak pembeli, lebih banyak uang untuk pembelian yang lebih kecil.

Kepala bagian pelanggan di perusahaan jasa keuangan LendingClub, Mark Elliott memperingatkan konsumen untuk terus memantau penggunaan beberapa layanan BNPL karena pembayaran otomatis dapat bertambah, dan tidak ada pelaporan terpusat, seperti pada laporan kartu kredit.

"Beli sekarang, bayar nanti bisa menjadi alat inovatif untuk pembelian yang memang akan Anda lakukan. Tantangannya adalah hal itu memicu pengeluaran berlebihan," ujar Mark.

Bagi pedagang, skema BNPL menjadi daya tarik yang efektif. Pengecer menemukan pelanggan cenderung memiliki ukuran keranjang belanja yang lebih besar atau beralih dari melihat-lihat ke membayar saat opsi BNPL ditawarkan. Laporan Federal Reserve Bank of New York mengutip penelitian yang menemukan pelanggan menghabiskan 20 persen lebih banyak saat terdapat opsi BNPL.

"Kenyataannya meningkatnya biaya hidup dan inflasi telah menempatkan lebih banyak orang dalam situasi di mana mereka sudah bergantung pada kredit bergulir. Psikografi BNPL mungkin berbeda, orang tidak menganggapnya sebagai utang, tetapi memang demikian," lanjut Mark.

Pakar keuangan konsumen untuk perusahaan teknologi keuangan pribadi Credit Karma, Emily Childers, mengatakan data internal menunjukkan saldo kartu kredit anggota naik lebih dari 50 persen untuk Gen Z dan anggota milenial sejak Maret 2022, ketika Fed mulai menaikkan suku bunga.

"Kaum muda memasuki musim liburan ini dalam kondisi defisit dan berdasarkan data yang kami lihat, mereka terus menutup mata dan menghabiskan uang," kata Emily.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement