REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Hewlett-Packard (HP) menghadapi tantangan besar di pasar personal computer (PC) dengan penurunan penjualan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk boikot produk-produk mereka yang berkembang di beberapa wilayah dan penurunan permintaan pascapandemi. Dalam proyeksi laba kuartal pertama, perusahaan memperkirakan angka yang jauh lebih rendah dari perkiraan Wall Street, menunjukkan dampak berkelanjutan dari kondisi pasar yang sulit.
Boikot terhadap produk-produk HP, yang dipicu oleh dukungan perusahaan terhadap Israel, telah berkontribusi pada penurunan permintaan, terutama di pasar-pasar tertentu yang sebelumnya menjadi sumber pendapatan utama bagi HP. Hal ini semakin diperburuk dengan penurunan permintaan global untuk komputer pribadi konvensional yang tercatat turun 2,4 persen pada kuartal ketiga, sesuai dengan International Data Corporation (IDC).
Meskipun ada peningkatan permintaan untuk PC berbasis AI di sektor korporat dan pendidikan, HP gagal meraih dampak signifikan di pasar konsumen. Analis pasar mencatat banyak konsumen masih belum melihat manfaat yang cukup jelas dari teknologi AI di PC, yang menyebabkan permintaan di sektor ini tetap rendah.
"Permintaan untuk PC berbasis AI belum meningkatkan permintaan secara keseluruhan karena pembeli belum melihat manfaat jelas dari teknologi tersebut," ujar Analis Gartner Mikako Kitagawa dikutip dari Reuters, Kamis (28/11/2024).
Menghadapi kenyataan ini, HP berupaya melakukan penyesuaian harga dan strategi penghematan biaya untuk mengurangi dampak penurunan margin yang disebabkan oleh boikot dan penurunan permintaan. Meskipun pendapatan mereka tercatat naik 1,7 persen di kuartal keempat, hasil ini masih jauh dari yang diharapkan, menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan jauh lebih besar dari perkiraan semula.
Dengan proyeksi laba kuartal pertama yang lebih rendah dari ekspektasi pasar, dan pertumbuhan yang lebih lambat di pasar PC secara keseluruhan, HP harus mencari cara untuk mengatasi dampak boikot dan penurunan permintaan agar dapat mempertahankan posisi mereka di pasar yang semakin kompetitif.
Sebagai informasi, HP disebut membantu menjalankan ID biometrik yang digunakan Israel untuk membatasi pergerakan warga Palestina di pos pemeriksaan dan tembok apartheid Israel. ID biometrik melalui teknologi pengenalan wajahnya dapat mengidentifikasi dan mengkategorikan orang berdasarkan ciri fisik mereka termasuk ras, etnis, jenis kelamin, usia, pekerjaan hingga status disabilitas para warga Palestina. Teknologi pengenalan wajah ini pertama kali diperkenalkan untuk mendukung apartheid Israel terhadap Palestina pada 1999.
Berdiri sejak 1939, perusahaan HP mengalami restrukturisasi besar-besaran pada 2015 yang melibatkan pemisahan dan merger serta spin-off, sehingga menyulitkan masyarakat sipil global untuk menentukan keterlibatan perusahaan saat ini. Secara jelas, perusahaan-perusahaan HP mengambil keuntungan dari kekejaman dan penindasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina.
Seperti, HP Enterprise yang menyediakan server ke Israel untuk pencatatan populasinya. ID yang dikeluarkan berdasarkan cara ini menentukan tingkat hak seseorang. Di bawah sistem ini, warga negara Yahudi memiliki lebih banyak hak dibandingkan warga Palestina, yang memiliki lebih banyak hak dibandingkan warga Palestina di Tepi Barat, Gaza, atau Yerusalem Timur.
Kemudian, HP Inc. yang merupakan penyedia komputer eksklusif untuk militer Israel, yang melakukan pendudukan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza yang dalam satu dekade terakhir telah melakukan pengepungan brutal terhadap Gaza.
Ada juga HP Enterprise menyediakan server dan teknologi yang digunakan di penjara Israel. Sistem penjara Israel digunakan untuk menekan aktivitas politik Palestina, dan untuk membungkam oposisi terhadap kebijakan-kebijakannya. Dengan membantu Israel mengelola penjara-penjaranya, HP menjadi inti dari penggunaan penahanan massal yang dilakukan Israel untuk melemahkan perlawanan Palestina terhadap apartheid.