Kamis 28 Nov 2024 21:25 WIB

DPR RI: Kenaikan PPN Tunggu Keputusan Presiden Prabowo

Beberapa sektor tidak akan dikenakan kenaikan PPN 12 persen.

Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan PPN 12 persen menunggu keputusan presiden. (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan PPN 12 persen menunggu keputusan presiden. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto menyatakan jadi atau tidaknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal 2025 menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto.

“Semuanya kita akan menunggu keputusan Presiden, karena itu kewenangan eksekutif. Kami sendiri sebagai legislatif menunggu keputusan eksekutif,” katanya dalam kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim), di Surabaya, Kamis (28/11/2024).

Baca Juga

Selain itu, Wihadi mengatakan keputusan dinaikkannya PPN menjadi 12 persen yang nantinya akan diikuti dengan pemberian bantuan sosial (bansos) juga menunggu keputusan Presiden Prabowo.

Meski demikian, ia memastikan beberapa sektor tidak akan dikenakan kenaikan PPN tersebut, yakni di antaranya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, jasa perhotelan, jasa kesenian dan hiburan, serta jasa keagamaan. “Pengenaan PPN itu ada bidang-bidang yang tidak dikenakan PPN, seperti bidang kesehatan, bahan pokok, pendidikan,” ujarnya pula.

Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono memastikan pihaknya mengikuti keputusan pemerintah pusat, karena hal tersebut juga akan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. “Pada prinsipnya kami menunggu dari pimpinan di pusat, Kementerian keuangan, apa pun yang telah diinstruksikan dan sudah berdasarkan analisis tentu akan kami lakukan,” katanya lagi.

Kepala Kanwil DJP I sekaligus Kepala Perwakilan Kemenkeu Jatim Sigit Danang Joyo menuturkan kenaikan PPN sudah dibahas sejak 2018 dengan melibatkan hampir semua stakeholder. “Kemudian 2021 sudah diketok menjadi undang-undang (UU), jadi kita mengikuti amanah UU yaitu per 1 Januari 2025,” katanya pula.

Di sisi lain, ia menjelaskan mayoritas stakeholder seperti asosiasi dan pengusaha saat ini meminta untuk menunda kenaikan PPN lantaran kondisi perekonomian sedang berat. “Tapi penundaan itu kan harus dengan DPR ya dan leveling-nya UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu). Kita lihat saja respons dari pusat, apa pun yang ada kita sampaikan,” kata Sigit.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement