REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah permulaan lahirnya pesantren menarik untuk menjadi sorotan. Khususnya tentang keberadaan pesantren-pesantren tertua di Indonesia.
Ada dua pendapat mengenai terbentuknya pesantren. Kelompok pertama menyebutkan bahwa pesantren merupakan inisiatif dari masyarakat Indonesia yang bersentuhan dengan budaya pra Islam. Sistem pendidikan pesantren mirip dengan sistem pendidikan Hindu-Buddha, yakni dengan asrama. Tokoh yang yakin dengan pendapat ini adalah Th G Th Pigeaud, Zamarkhsary Dhofier, dan Nurcholis Madjid.
Kelompok kedua menyebut, pesantren merupakan adopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur Tengah. Martin Van Bruinessen lebih percaya dengan sejarah pesantren adalah hasil adopsi. Menurut Bruinessen, pesantren muncul sejak abad ke-18, bukan seiring dengan keberadaan Islam di Indonesia.
Berikut tiga pesantren tertua di Indonesia dan masih aktif hingga saat ini:
Pesantren Sidogiri
Ada dua versi terkait tahun berdirinya pondok pesantren ini, yaitu 1718 atau 1745. Dalam catatan yang ditulis panca warga pada 1963, Pondok Pesantren Sidogiri didirikan pada 1718. Catatan tersebut ditandatangani Kiai Noerhasan Nawawie, Kiai Cholil Nawawie, dan Kiai A Sa'doellah Nawawie tertanggal 29 Oktober 1963.
Sedangkan surat lain yang ditandatangani oleh Kiai A Sa'doellah Nawawie tertulis 1971 merupakan ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri ke-226. Sehingga, bisa disimpulkan, pesantren ini berdiri pada 1745. Dan tahun ini yang menjadi ikhtibar setiap akhir tahun ajaran.
Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Sulaiman yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Dia diketahui merupakan keturunan Rasulullah SAW dari marga Basyaiban dari Qosam Hadhramaut, Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Umar Basyaiban al-Alawi. Sedangkan ibunya merupakan putri sultan Cirebon keturunan Sunan Gunung Jati Syarifah Khodijah.
Pesantren Jamsaren
Pondok pesantren ini terletak di Jalan Veteran 263, Serengan, Solo. Pesantren Jamsaren berdiri sejak 1750. Pondok pesantren ini berdiri pada masa pemerintahan Pakubuwono IV. Awalnya hanya sebuah surau kecil, kemudian Pakubuwono IV mendatangkan ulama, di antaranya Kiai Jamsari dari Banyumas dan Kiai Hasan Gabudan dan lainnya.
Nama Pesantren Jamsaren pun diambil dari nama Kiai Jamsari dan diabadikan hingga sekarang. Pondok pesantren ini pernah mengalami masa vakum pada 1830 karena adanya operasi tentara Belanda. Setelah 50 tahun kosong, seorang kiai alim dari Klaten, keturunan pembantu Pangeran Diponegoro, Kiai Idris. Dia membangun kembali surau dan menjadi pesantren.
Pesantren Miftahul Huda