REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan adanya kemungkinan penundaan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang semula direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025. Keputusan ini diambil untuk memberi ruang bagi penyiapan subsidi dan stimulus ekonomi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan.
"Jadi, hampir pasti diundur. Kita prioritaskan subsidi listrik terlebih dahulu. Anggaran pemerintah cukup untuk memberikan stimulus ekonomi yang dibutuhkan," ujar Luhut baru-baru ini.
Penundaan kenaikan PPN ini dianggap memberi waktu tambahan bagi pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, untuk menyesuaikan strategi mereka. Namun, isu ini tetap menjadi perhatian serius bagi industri perbankan syariah, termasuk Bank Mega Syariah, yang terus mempersiapkan langkah mitigasi menghadapi dampak potensial.
Risk Management Division Head Bank Mega Syariah Rundi Dhema Perkasa menjelaskan, meskipun kenaikan PPN ditunda, tantangan fundamental bagi daya beli masyarakat dan sektor pembiayaan tetap ada.
"Kenaikan pajak, meskipun ditunda, tetap akan berdampak pada pola konsumsi dan kemampuan bayar masyarakat. Ini bisa memengaruhi kualitas pembiayaan di sektor mikro dan konsumer," katanya dalam keterangan kepada Republika, Jumat (29/11/2024).
Bank Mega Syariah telah memperkuat pengelolaan risiko melalui Risk Acceptance Criteria (RAC) dan menerapkan prinsip 5C untuk menjaga portofolio tetap sehat.
"Langkah mitigasi ini memastikan kami tetap waspada terhadap potensi risiko gagal bayar, meski kenaikan PPN ditunda," tambahnya.
Penundaan kenaikan PPN ini juga dipandang sebagai peluang bagi sektor perbankan syariah untuk memperkuat daya saing. Bank Mega Syariah, misalnya, memanfaatkan momentum ini dengan memperluas portofolio pembiayaan ke segmen yang memiliki risiko lebih rendah. Hingga September 2024, Bank mencatat pertumbuhan signifikan pada pembiayaan konsumer sebesar 24,07 persen, dan segmen Syariah Card melonjak hingga 686 persen year-on-year.
"Kami memanfaatkan waktu ini untuk terus mengembangkan produk dan layanan inovatif, yang dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi," jelas Rundi.
Di sisi lain, keputusan pemerintah untuk mendahulukan subsidi listrik dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga daya beli masyarakat. Dengan setoran pajak yang mencapai ratusan triliun rupiah, Luhut memastikan bahwa anggaran negara mampu memberikan bantalan ekonomi yang memadai sebelum PPN dinaikkan.
Meskipun kabar penundaan ini memberi napas lega bagi masyarakat dan pelaku usaha, tantangan jangka panjang tetap membayangi. Kenaikan PPN pada akhirnya tak terelakkan sebagai bagian dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sektor ekonomi, terutama perbankan, perlu memanfaatkan waktu ini untuk memperkuat fundamental bisnis mereka.
"Kami optimistis dapat menjaga stabilitas pembiayaan dan kualitas aset meskipun kebijakan ini diimplementasikan nanti. Dengan strategi mitigasi risiko yang konsisten, kami siap menghadapi tantangan ke depan," tegas Rundi.