Ahad 01 Dec 2024 13:57 WIB

Perdebatan Sengit Warnai Negosiasi Perjanjian Plastik Global

Lebih dari 100 negara mendukung pengurangan produksi plastik global.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Peserta menuliskan harapannya pada Rope of Hope saat mengikuti Piknik Bebas Plastik di Cilandak, Jakarta, Ahad (28/7/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Peserta menuliskan harapannya pada Rope of Hope saat mengikuti Piknik Bebas Plastik di Cilandak, Jakarta, Ahad (28/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BUSAN -- Negosiator Perjanjian Plastik Global atau Global Plastics Treaty menjalani perdebatan sengit pada hari terakhir putaran kelima negosiasi yang akan menghasilkan perjanjian yang bakal mengikat hukum itu. Lebih dari 100 negara mendukung pengurangan produksi plastik global.

Sementara, negara-negara penghasil minyak hanya ingin fokus pada sampah plastik. Negosiasi yang digelar di Busan, Korea Selatan (Korsel) ditutup pada Ahad (1/12/2024). Namun sesi plenary belum selesai.

Baca Juga

Perjanjian ini akan menjadi kesepakatan perlindungan lingkungan yang paling signifikan sejak Perjanjian Iklim Paris 2015. Hingga Ahad pagi, negara-negara masih tidak bisa menyepakati syarat dasar perjanjian ini.

Panama mengusulkan negara-negara membuat langkah-langkah yang bertujuan mencapai target pengurangan produksi plastik. Usulan ini didukung lebih dari 100 negara. Usulan lainnya tidak memasukkan batas produksi.

"Bila anda tidak berkontribusi dengan konstruktif, dan bila anda tidak mencoba bergabung dengan perjanjian ambisius kami, maka mohon keluar," kata negosiator dari Fiji, Menteri Iklim Sivendra Michel dalam konferensi pers, Sabtu (30/11/2024).

Beberapa negara produsen petrokimia seperti Arab Saudi menolak keras upaya pemangkasan produksi plastik. Mereka mencoba menggunakan taktik prosedural untuk menahan negosiasi. Arab Saudi belum menanggapi permintaan komentar.

Berdasarkan data dari Eunomia pada tahun 2023, Cina, Amerika Serikat (AS), India, Korsel dan Arab Saudi merupakan lima produsen polimer dunia. Sisa waktu perundingan tinggal beberapa jam lagi.

Sementara konsensus masih jauh dari harapan, sejumlah negosiator dan pengamat khawatir kesepakatan akan kembali gagal tercapai. Sehingga harus ada sesi perundingan berikutnya.

"(Bahkan bila perjanjian yang mengikat secara hukum tidak tercapai di Busan) ini merupakan proses multilateral yang dapat menjaga langkah menuju target tercapai," kata Kepala Delegasi Meksiko, Camila Zepeda.

Ia mengatakan dalam negosiasi terdapat koalisi yang terdiri dari lebih dari seratus negara yang ingin adanya target produksi plastik. "Dan kami mulai bekerja sama," katanya.

Diperkirakan produksi plastik pada tahun 2050 akan naik tiga kali lipat. Mikroplastik juga ditemukan di udara, produk-produk segar dan asi manusia.

Ketua pertemuan Luis Vayas Valdivieso akan merilis dokumen yang sudah direvisi yang dapat menjadi dasar perjanjian. Sejumlah organisasi lingkungan yang menjadi pengamat dalam negosiasi itu mengatakan dokumen yang akan dirilis tidak cukup mengatasi dampak bahan kimia pada kesehatan manusia.

Dalam laporannya pada tahun 2023, Badan Lingkungan PBB mengatakan terdapat lebih dari 3.200 bahan kimia yang terkandung dalam plastik. Perempuan dan anak-anak yang paling rentan terhadap bahan-bahan kimia tersebut.

"Jika (teks) itu tidak memiliki ketentuan seperti yang kami harapkan dari sebuah perjanjian yang ambisius, maka kami akan kembali ke proses yang sama untuk mendorong perjanjian yang ambisius, tidak ada yang akan meninggalkan Busan dengan perjanjian yang lemah," kata Sivendra.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement