REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berjanji akan berupaya mengubah tatanan global yang menurutnya tidak adil, melalui kepresidenan negaranya di Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tahun depan. Salah satu perombakan yang menurutnya mendesak adalah dihapuskannya hak veto sejumlah negara di PBB.
Dilansir kantor berita Bernama, PM Anwar mengatakan proses pengambilan keputusan di Dewan Keamanan PBB memerlukan dukungan yang lebih luas baik dari anggota tetap maupun tidak tetap dan harus diratifikasi oleh Majelis Umum melalui suara mayoritas. Anwar mengatakan hak veto telah melumpuhkan dewan tersebut, sementara kurangnya perwakilan dari wilayah seperti Afrika dan Amerika Latin mencerminkan warisan masa lalu yang sudah ketinggalan zaman.
“Bukannya menjadi alat untuk mengambil tindakan, Dewan Keamanan sering kali menjadi alat untuk mencapai kebuntuan. Kita melihat konsekuensinya di tempat-tempat seperti Gaza, penganiayaan terhadap Rohingya, dan perang di Ukraina,” ujarnya dalam pidato utamanya di Common Action Forum (CAF) 2024, di Kuala Lumpur, Senin (2/12).
Perdana Menteri mengatakan dunia berada pada titik kritis bagi keadilan global, dan menekankan bahwa tindakan Israel terhadap warga Palestina merusak pondasi tatanan global. “...kejahatan perang, hukuman kolektif, dan genosida merupakan penghinaan terang-terangan terhadap norma-norma hukum internasional dan hak asasi manusia,” katanya.
Hak veto di Dewan Keamanan PBB saat ini dipegang oleh anggota tetap yang mencerminkan tatanan dunia selepas Perang Dunia II. Pemegang hak itu diantaranya Amerika Serikat, Rusia, Cina, Inggris, dan Prancis.
Amerika Serikat puluhan kali menggunakan hak vetonya untuk melawan resolusi yang mengecam penjajahan Israel atas Palestina. Dalam setahun serangan brutal di Gaza. AS telah empat kali memveto resolusi gencatan senjata. Veto terkini yang dilakukan AS terjadi dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada 20 November lalu. Hanya AS sendirian yang menolak resolusi itu di antara 15 anggota tetap dan tidak tetap.
Tanpa veto AS, tekanan terhadap Israel untuk menghentikan genosida di Gaza bisa dimaksimalkan jauh-jauh hari. Veto pertama dilayangkan AS terhadap resolusi gencatan senjata di Gaza pada 16 Oktober 2023. Saat itu, 2.700 warga Palestina telah syahid akibat serangan Israel. Saat AS menggunakan hak veto pada 20 November lalu, syuhada di Gaza telah berkali lipat mencapai 43 ribu jiwa, kebanyakan anak-anak dan perempuan.
Dalam pidatonya di Kuala Lumpur, Anwar memperingatkan agar tidak terus terjadi marginalisasi terhadap negara-negara yang disebutnya sebagai negara-negara selatan. Ia berjanji berupaya mengubah tatanan global yang menurutnya tidak adil, melalui kepresidenan Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tahun depan, dan keterlibatannya dalam kelompok BRICS.
Dalam pidato pembukaannya pada Common Action Forum 2024 ia mengatakan bahwa visi Malaysia untuk ASEAN didasarkan pada kemampuan negara-negara Selatan untuk mempertahankan independensinya sambil berinteraksi dengan kekuatan internasional. Ia menekankan bahwa dunia menghadapi salah satu dari dua pilihan: melanjutkan sistem yang tidak adil yang memarginalkan sebagian besar orang, atau membangun sistem baru berdasarkan kemitraan sejati, di mana setiap orang berbagi kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan.
“Kedaulatan dan Saling Ketergantungan: Dunia Selatan dan Demokratisasi Kesejahteraan” adalah tema konferensi Joint Action Forum yang baru-baru ini diadakan. Common Action Forum adalah sebuah wadah pemikir yang berbasis di Madrid yang mempertemukan para pejabat dan peneliti internasional dan berupaya mengembangkan visi baru untuk menyelesaikan permasalahan dunia.
Dalam pidatonya, Anwar Ibrahim mengidentifikasi lima prioritas reformasi sistem global: sistem keuangan global, sistem perdagangan global, membangun sistem berdasarkan kemitraan sejati, keadilan lingkungan dan air, serta reformasi Dewan Keamanan PBB.
“Kita berdiri di persimpangan jalan untuk keadilan internasional,” katanya. “Apa yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, dalam hal kejahatan perang, hukuman kolektif, dan pembersihan etnis, merupakan tantangan terang-terangan terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia, dan hal ini merupakan inti dari sistem internasional yang menjadi sandaran kita semua.”
Perdana Menteri Malaysia membandingkan perlakuan dunia terhadap rezim rasis yang sudah tidak ada lagi di Afrika Selatan dengan ketidakmampuannya untuk mengakhiri rezim apartheid Zionis di Palestina. Ia menekankan bahwa kesatuan moral dunia menyebabkan isolasi dan keruntuhan rezim rasis di Afrika Selatan.
“Hari ini, kita melihat bahwa tindakan Israel memerlukan peran internasional yang serupa. Tujuh dekade telah berlalu sejak orang-orang Palestina menjalani kehidupan yang sulit di bawah pendudukan, dan pembubaran Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah berdampak buruk pada Palestina. memperburuk tragedi mereka."