Selasa 03 Dec 2024 05:25 WIB

'Bisikan' yang Disebut Picu Remaja Bunuh Ayah-Nenek Jadi Pintu Masuk, Ini Analisis Ahli

Remaja 14 tahun yang membunuh ayah dan neneknya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Situasi TKP pembunuhan oleh remaja berinisial MAS di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Ahad (1/12/2024).
Foto: Rizky Suryarandika/Republika
Situasi TKP pembunuhan oleh remaja berinisial MAS di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Ahad (1/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ahli psikologi klinis dari Universitas Indonesia, A Kasandra Putranto mengatakan, penting bagi penyidik untuk memeriksa kebenaran atas pernyataan pelaku yang mengaku mendengar bisikan yang mengganggu. Penyidik yang menangani kasus penusukan keluarga oleh remaja berusia 14 tahun di Cilandak, Jakarta, bisa menjadikan pengakuan itu sebagai menjadi pintu masuk mengungkap semuanya.

“Mencermati kasus anak 14 tahun sebagai tersangka pelaku pembunuhan ayah dan nenek serta melukai ibunya, beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan, antara lain pengakuan bahwa tersangka mendengar bisikan-bisikan yang mengganggu saat sulit tidur, perlu didalami lebih lanjut,” kata Kasandra, di Jakarta, Senin (2/12/2024).

Baca Juga

Kasandra menyatakan, penyelidikan tersebut perlu melibatkan psikolog forensik untuk mengetahui apakah keterangannya layak dipercaya dan diterima, sebagai kemungkinan adanya gangguan mental atau psikosis.

Termasuk serangkaian pelaku yang mengawali kejadian dan setelah kejadian, seperti tidak bisa tidur, mengambil senjata tajam yang digunakan untuk melukai dan menghilangkan nyawa korban, berapa tusukan yang dilakukan, kapan dan di mana tepatnya perbuatan dilakukan, sampai tindakan membuang pisau, meninggalkan tempat kejadian perkara yang akan menjelaskan perbuatan pidananya.

Hal selanjutnya yang perlu diperiksa secara lebih mendalam adalah pengaruh lingkungan. Psikolog forensik akan mempertimbangkan berbagai faktor, baik genetik, pola asuh, situasional maupun lingkungan, termasuk hubungan keluarga dan potensi tekanan yang mungkin dialami pelaku.

“Dalam beberapa kasus, lingkungan yang tidak stabil dapat berkontribusi pada perilaku agresif,” ucapnya.

Terkait dengan proses hukum, kepolisian dan psikolog forensik akan bekerja sama memberikan analisis yang mendalam mengenai kondisi pelaku. Hasil evaluasi ini dapat mempengaruhi proses hukum, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Melalui kasus tersebut, Kasandra menilai amat penting untuk memberikan penanganan psikologis yang tepat bagi tersangka pelaku, terutama jika terbukti ada indikasi gangguan mental, terutama untuk memastikan agar tersangka pelaku yang masih di bawah umur mendapatkan penanganan yang sesuai aturan yang berlaku.

“Kasus ini juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental, terutama di kalangan remaja. Edukasi dan dukungan bagi keluarga dapat mencegah kejadian serupa di masa depan,” ucap dia.

Kasandra mengatakan, belajar dari kasus tersebut, ada beberapa perubahan sikap yang perlu diwaspadai oleh orang tua atau wali yang bisa menjadi tanda bahwa anak mungkin mengalami gangguan mental.

Misalnya seperti adanya perubahan emosional yang drastis, perubahan pola tidur atau makan, penurunan prestasi akademik, perubahan sosial yang memungkinkan anak mengisolasi diri atau mengalami perubahan lingkaran sosial dan adanya perubahan perilaku dan tindakan yang merusak diri sendiri.

Termasuk adanya perubahan fisik yang mencolok, adanya pikiran atau percakapan tentang bunuh diri hingga tanda-tanda gangguan psikotik.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement