REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rendahnya jumlah disabilitas netra yang bisa membaca Alquran Braille di Indonesia dinilai memprihatinkan. Padahal, pendidikan Alquran juga merupakan hak bagi setiap warga Muslim tidak terkecuali bagi mereka yang tidak punya kemampuan untuk melihat.
Salah satu penyebab sulitnya penyelenggaraan pendidikan Alquran Braille yakni minimnya tenaga pengajar, diantaranya di sekolah luar biasa (SLB). Tak hanya Alquran Braille, jumlah guru yang mampu mengajarkan sistem simbol braille bahasa Indonesia pun terbilang sedikit.
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Dr. Baharudin mengakui fenomena tersebut terjadi saat diwawancara jurnalis Republika Fuji Eka Permana, Jumat (29/11/2024). Berikut wawancara lengkapnya.
Di lapangan, Republika menemukan bahwa pengajar Alquran Braille di Sekolah Luar Biasa (SLB) masih sangat langka. Mengapa masih langka?
Jadi kondisi ini terjadi karena jumlah SLB yang khusus menerima peserta didik tunanetra saat ini hanya sedikit. Kemudian jika ada SLB yang sudah menerima peserta didik dengan ragam kekhususan pun jumlah peserta didik tunanetra hanya sedikit. Kemudian di sisi lain jumlah guru yang memahami sistem simbol braille Indonesia itu diantaranya sistem simbol Arab braille masih sangat kurang.
Pada prinsipnya pemerintah terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan guru pengajar Alquran Braille. Hanya saja penerimaan atau ketika dibuka misalnya lowongan terkait dengan guru-guru ini, tidak banyak yang memenuhi kuota.
Kami mencetak banyak buku braille kemudian bekerja sama dengan Kementerian Agama khusus Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ), tapi di sana juga belum ada tenaga khusus untuk itu.
Adakah program pemerintah khususnya Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus untuk menambah guru pengajar Alquran Braille?
Penambahan jumlah guru SLB itu kewenangan di provinsi maka pengadaan gurunya itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Kemudian penambahan jumlah guru agama SLB merupakan tanggung jawabnya Kementerian Agama, tanggung jawabnya tidak hanya di Kemendikdasmen.