REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Remaja berusia 14 tahun berinisial MAS melakukan pembunuhan terhadap ayah dan neneknya, APW (40 tahun) dan RM (69 tahun), di kediaman mereka di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Menurut pemeriksaan sementara yang dilakukan polisi, MAS mengaku mendengar bisikan.
Menanggapi hal ini, ahli psikologi dari Universitas Indonesia Prof Rose Mini Agoes Salim menjelaskan halusinasi dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan atau aksi tertentu. Padahal, halusinasi sendiri merupakan persepsi terhadap sesuatu yang tidak ada dan tidak nyata.
“Menurut laporan kan memang anak itu mengalami halusinasi. Halusinasi itu persepsi yang tidak real, dia bisa mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak nyata. Tapi halusinasi itu bisa mempengaruhi cara berpikir dan persepsi seseorang,” kata Prof Rose Mini saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/12/2024).
Menurut dia, halusinasi bisa terjadi karena sejumlah penyebab, salah satu faktor pendorong utama adalah gangguan psikologis. Tidak hanya itu, faktor lain seperti demam tinggi, stres, dan depresi juga bisa memicu seseorang mengalami halusinasi.
Berkaca dari kasus MAS, Prof Rose juga mengingatkan orang tua untuk lebih memahami dan peka terhadap perubahan perilaku anak. Jika anak yang biasanya ceria tiba-tiba menjadi pendiam, sering marah, atau sering menyendiri, hal ini perlu disikapi dengan pendekatan penuh kasih dari orang tuanya.
“Sebagai orang tua harus jeli apa yang biasa dilakukan anak-anak kita, contohnya kalau biasanya anak itu suka bersosialisasi, tapi kok jadi suka menyendiri, gampang marah, orang tua harus menyikapi perubahan itu dengan serius. Mungkin bertanya, agar ketahuan dengan jelas alasannya kenapa,” kata Prof Rose.
Sementara itu, menurut keterangan warga, pelaku MAS yang kini berusia 14 tahun dikenal sebagai anak pintar dan baik. Namun, akhir-akhir ini nilai akademik remaja laki-laki tersebut tengah menurun. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa pelaku mengalami tekanan mental.
Meskipun belum dikonfirmasi oleh pihak kepolisian, Rose melihat bahwa hal ini bisa menjadi peringatan bagi orang tua untuk lebih bijaksana dalam mendidik buah hati. Menurut Rose, orang tua tidak perlu lagi menekan anak untuk sukses secara akademik, karena tidak semua pencapaian harus diukur dari nilai sekolah.
“Orang tua juga bilamana melihat performa anak di sekolah turun, ya harus paham bahwa pencapaian anak itu bukan hanya di akademik. Mungkin saja dia jago menari, olahraga, atau nyanyinya bagus. Maka orang tua manapun saya kira tidak perlu lagi menekan anak untuk belajar dengan keras sampai anak tertekan,” kata Rose.