Selasa 03 Dec 2024 03:18 WIB

Kaji Ulang Aturan Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Libur Nataru

Rantai distribusi produk yang dibutuhkan masyarakat tidak boleh terganggu.

Menjelang 4 hari lebaran kendaraan tiga sumbu seperti kontainer dan truk masih bebas melintas di jalan Sudirman Bekasi Kota. (ilustrasi)
Foto: Republika/Ali Yusuf
Menjelang 4 hari lebaran kendaraan tiga sumbu seperti kontainer dan truk masih bebas melintas di jalan Sudirman Bekasi Kota. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta rasional tatkala memutuskan kebijakan terkait pelarangan terhadap truk sumbu 3 atau lebih pada momen libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 mendatang. Diharapkan, semua masukan dari para stakeholder terkait, menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan tersebut.

Pembina Industri Ahli Muda Direktorat Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rizal, mengatakan pihaknya telah memberikan masukan kepada Ditjen Perhubungan Darat untuk mempertimbangkan pengkajian ulang terhadap bahan pokok yang masuk ke dalam barang yang dikecualikan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pelarangan truk sumbu 3 agar menambahkan AMDK di dalamnya. Dia beralasan AMDK saat ini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat.

Baca Juga

“Jadi, sudah masuk dalam kebutuhan strategis bagi masyarakat dan patut dikecualikan dalam kebijakan pelarangan tersebut,” ujarnya dalam sebuah acara talkshow di Jakarta.

Karena sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, lanjutnya, rantai distribusi produknya pun tidak boleh terganggu. “Jika sampai terganggu, sama dengan kebutuhan pokok lainnya, itu akan menyebabkan kelangkaan AMDK dan akan membuat masyarakat menjadi resah,” katanya.

Menurutnya, adanya aturan pelarangan saat libur Nataru dan juga libur-libur keagamaan lainnya, itu akan mempengaruhi daya saing produknya karena harganya menjadi mahal akibat terjadinya kelangkaan pasokan.

Karenanya, Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait supaya aspirasi dari industri bisa dipertimbangkan.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, menyampaikan keluhan dari industri AMDK terhadap kebijakan pelarangan tersebut. Menurutnya, dalam menetapkan kebijakannya terkait pelarangan terhadap truk sumbu 3 itu, pemerintah hanya melihatnya bahwa satu-satunya cara agar lalu lintas orang lancar yaitu dengan cara barang tidak boleh bergerak.

”Tapi, pemerintah mungkin tidak memperhatikan bahwa orang-orang yang bergerak ini membutuhkan konsumsi air juga. Nah, itu yang pemerintah mungkin belum pertimbangkan secara khusus dalam keputusan yang diambil hampir dua tahun terakhir ini,” tuturnya.

Dia memaparkan dengan adanya pelarangan truk sumbu 3 saat libur Nataru dan hari-hari besar keagamaan lainnya, itu akan meningkatnya biaya produksi bagi industri AMDK. ”Karena kami harus building stock, yang mengakibatkan working capital yang menumpuk, dan itu tidak produktif,” ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, industri AMDK ini umur penyimpanannya maksimum hanya 2x24 jam. Itu disebabkan karena AMDK itu adalah barang yang fast moving consumer goods (FMCG) atau produk yang sangat laku terjual dengan cepat dan memiliki harga yang begitu terjangkau.

“Jadi, begitu diproduksi di pabrik, AMDK itu harus segera dikirim dan disalurkan ke konsumen melalui jejaring kita, distributor, agen, sub agen dan seterusnya sampai outlet,” ujarnya.

Apalagi, katanya, konsumen AMDK di kota-kota besar di Indonesia sangat tinggi permintaannya di saat libur panjang seperti Nataru dan Lebaran. ”Nah, bayangkan jika suplainya dibatasi, kemudian konsumsinya meningkat, yang terjadi adalah otomatis di tingkat dasar akan mengambil opportunity dengan menaikkan harga yang tidak terkendali,” tukasnya.

Karenanya, dia mengusulkan agar tidak dilakukan pelarangan truk sumbu 3 saat Nataru nanti, tapi dengan rekayasa lalu lintas saja. ”Kami juga kan berpikir, kami berpikir rasional, apa mungkin kami memaksakan jalan kalau lalu lintas itu tidak bergerak sama sekali. Jadi, kami berharap agar jangan dilarang, tapi pemerintah bisa melakukan traffic management,” tandasnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement