REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Sebuah serangan besar telah membuat kelompok pemberontak di Suriah berhasil merebut kembali kota kedua di negara itu, Aleppo.
Hal ini menunjukkan semakin menonjolnya kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham dalam perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun.
Kemajuan yang mengejutkan ini dipimpin oleh anggota Hayat Tahrir al-Sham, bertempur bersama kelompok-kelompok yang didukung Turki yang menentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Meskipun serangan tersebut pertempuran paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir, mungkin merupakan pertama kalinya banyak orang di luar Suriah mendengar tentang kelompok Islamis tersebut, Hayat Tahrir al-Sham telah berkembang dalam hal reputasi dan kemampuan selama beberapa tahun.
Sebagai seorang ahli dalam perilaku kelompok-kelompok militan Islamis di wilayah ini, saya telah menyaksikan Hayat Tahrir al-Sham berevolusi dari sebuah cabang Alqaedah di Suriah menjadi pemain yang tangguh dalam konflik yang sedang berlangsung.
Hal ini terjadi setelah pergeseran signifikan dalam operasi strategis kelompok ini yang membuat mereka tidak terlalu peduli dengan jihad global dan lebih fokus untuk meraih kekuasaan di Suriah.
Asal-usul dan ideologi
Hayat Tahrir al-Sham berakar pada tahap awal perang saudara Suriah, yang dimulai pada 2011 sebagai pemberontakan rakyat melawan pemerintahan otokratis Assad, dikutip dari laman The Conversation, Selasa (3/12).
Kelompok ini berasal dari cabang Front Nusra, afiliasi resmi Alqaedah di Suriah. Hayat Tahrir al-Sham pada awalnya dikenal karena efektivitas tempur dan komitmennya terhadap ideologi jihadis global, atau pendirian pemerintahan Islam yang ketat di seluruh dunia Muslim.
BACA JUGA: PBNU Bekukan JATMAN Pimpinan Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan, Ada Apa?
Dalam sebuah perubahan penting pada 2016 di bawah kepemimpinan Abu Mohammed al-Jawlani, Front Nusra secara terbuka memutuskan hubungan dengan Alqaedah dan mengadopsi nama baru Jabhat Fateh al-Sham, yang berarti Front Penaklukan Syam.
Tahun berikutnya, mereka bergabung dengan beberapa faksi lain dalam perang Suriah untuk menjadi Hayat Tahrir al-Sham, atau Organisasi untuk Pembebasan Levant.
Perubahan nama ini bertujuan untuk menjauh dari agenda jihad global Al-Qaeda, yang telah membatasi daya tarik kelompok ini di Suriah. Hal ini memungkinkan Hayat Tahrir al-Sham untuk fokus pada isu-isu yang spesifik bagi warga Suriah, seperti pemerintahan lokal, masalah ekonomi, dan bantuan kemanusiaan.