REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rusia menanggapi soal ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengenaan tarif 100 persen bagi negara-negara yang tergabung dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa/Afrika Selatan). Kremlin mengatakan bahwa setiap upaya AS untuk memaksa negara-negara menggunakan dolar AS akan menjadi bumerang jika mereka menciptakan mata uang mereka sendiri.
Trump pada Sabtu menuntut agar negara-negara anggota BRICS berkomitmen untuk tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain yang akan menggantikan dolar AS, dengan mengatakan bahwa ‘jika tidak, mereka akan menghadapi tarif 100 persen’.
Pengelompokan BRIC awalnya mencakup Brasil, Rusia, India, dan China, tetapi kemudian diperluas untuk mencakup negara-negara lain. Pengelompokan tersebut tidak memiliki mata uang yang sama, namun diskusi yang telah berlangsung lama tentang subjek tersebut telah mendapatkan momentum setelah Barat menjatuhkan sanksi pada Rusia atas perang di Ukraina.
Ketika ditanya tentang komentar Trump, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dolar kehilangan daya tariknya sebagai mata uang cadangan bagi banyak negara, sebuah tren yang menurutnya semakin cepat.
“Semakin banyak negara beralih ke penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan dan kegiatan ekonomi luar negeri mereka,” kata Peskov, dikutip dari Reuters, Rabu (4/12/2024).
Jika Washington menggunakan kekuatan ekonomi untuk memaksa negara-negara menggunakan dolar, itu akan menjadi bumerang, ia memperkirakan.
“Jika AS menggunakan kekuatan, seperti yang mereka katakan kekuatan ekonomi, untuk memaksa negara-negara menggunakan dolar, itu akan semakin memperkuat tren peralihan ke mata uang nasional (dalam perdagangan internasional),” ujar Peskov.
“Dolar mulai kehilangan daya tariknya sebagai mata uang cadangan bagi sejumlah negara,” lanjutnya.
Peran dolar AS yang sangat besar dalam ekonomi dunia dan menjadi mata uang dominan, pada kenyataannya telah diperkuat akhir-akhir ini, berkat ekonomi AS yang kuat, kebijakan moneter yang lebih ketat, dan meningkatnya risiko geopolitik. Bahkan ketika fragmentasi ekonomi telah mendorong motivasi negara-negara BRICS untuk beralih dari dolar ke mata uang lain.