REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala staf, mengajukan pengunduran diri secara masal pada Rabu (4/12). Para penasihat mundur setelah anggota kongres menolak deklarasi darurat militer mendadak yang diumumkan oleh Yoon.
Penasihat yang mengajukan pengunduran diri tersebut antara lain Kepala Staf Kepresidenan Chung Jin-suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won-sik, dan Kepala Staf untuk Kebijakan Sung Tae-yoon, serta tujuh penasihat senior lainnya.
Pengajuan pengunduran diri ini dilakukan setelah Yoon mendeklarasikan darurat militer pada Selasa malam dengan menuduh oposisi sebagai 'kekuatan anti-negara'.
Namun Yoon mencabut deklarasi darurat militer tersebut menyusul pemungutan suara dengan hasil aklamasi oleh Majelis Nasional pada Rabu pagi yang menuntut presiden untuk membatalkannya.
Sementara, meski Yoon sudah mencabut Darurat Militer, partai-partai oposisi Korea Selatan telah mengajukan mosi untuk memakzulkan Presiden.
“Kami telah mengajukan mosi pemakzulan yang telah dipersiapkan dengan segera,” kata perwakilan dari enam partai oposisi termasuk Partai Demokrat pada konferensi pers langsung dikutip dari the Guardian, melansir AFP.
Presiden Yoon Suk-yeol adalah mantan jaksa konservatif yang terpilih pada tahun 2022 dengan selisih sangat tipis. Namun sejak itu popularitasnya anjlok, dengan rating positif hanya di atas 10 persen.
Seperti yang ditulis oleh Julian Borger dari The Guardian, pemberlakuan darurat militer yang tiba-tiba oleh Yoon tampaknya merupakan tindakan putus asa.
“Deklarasi darurat militer yang dilakukan oleh Yoon yang berumur pendek tampaknya merupakan pertaruhan putus asa dalam menghadapi popularitas publik yang berada di titik terendah – dengan peringkat positif hampir di atas 10% – di tengah pemogokan dokter dan oposisi politik yang gigih, termasuk dari Partai Kekuatan Rakyat sendiri, yang menurut bos partai Han Dong-hoon, keputusan Yoon adalah 'langkah yang salah'."