Kamis 05 Dec 2024 04:57 WIB

BKKBN Catat Ada 8,7 Juta Keluarga Berisiko Stunting di Indonesia

Saat ini pemerintah harus fokus untuk melakukan edukasi mengatasi stunting.

Rep: Bayu Adji Prihanmmanda/ Red: Erik Purnama Putra
Politisi Partai Golkar Wihaji tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Presiden Terpilih Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh yang diyakini bakal menjadi calon menteri/kepala lembaga negara untuk pemerintahan baru ke depan.
Foto: Republika/Prayogi
Politisi Partai Golkar Wihaji tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). Presiden Terpilih Prabowo Subianto memanggil sejumlah tokoh yang diyakini bakal menjadi calon menteri/kepala lembaga negara untuk pemerintahan baru ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Badan Kependukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat ada 8,7 juta keluarga berisiko stunting (KRS) di Indonesia. Angka itu menjadi pekerjaan untuk pemerintah untuk bisa mengentaskan angka stunting. 

Mendukbangga/Kepala BKKBN Wihaji mengatakan, pihaknya telah memetakan penyebab terjadinya kasus stunting di Indonesia. Menurut dia, saat ini pihaknya akan fokus untuk mengatasi penyebab terjadinya stunting pada anak.

"Setiap sesuatu ada sebabnya. Sebab stunting sudah kita formasikan. Tinggal fokus," kata Wihaji di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).

Dia menegaskan, tantangan untuk mengentaskan kasus stunting di Indonesia adalah fokus. Karena itu, sesuai perintah Presiden Prabowo Subianto, kementerian/lembaga akan fokus dalam bersinergi untuk mengatasi masalah stunting. 

Wijahi mengatakan, pemerintah pasti akan menggunakan APBN untuk mengatasi stunting. Di luar itu, pemerintah juga akan mengajak masyarakat untuk sama-sama ikut mengentaskan angka stunting melalui program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).

Dia mencontohkan, berdasarkan temuan di lapangan, masih banyaknya keluarga yang berisko stunting disebabkan oleh faktor ekonomi dan kurangnya edukasi. Di satu sisi, masih banyak keluarga yang belum memiliki sistem sanitasi yang baik karena masalah ekonomi. Di sisi lain, ada juga keluarga berisiko stunting karena kurang edukasi.

"Saya tidak sebut, daerah tertentu memang belum atau kurangnya edukasi. Contoh, beliau hamil, dia makan sihat, tapi ibu hamil tetap nyirih. Kemudian nyirihnya itu kandungannya ada kapur, kemudian ada zat besi yang masuk di situ, kemudian, mohon maaf, mempengaruhi janinnya," ujar Wihaji.

Menurut Wihaji, kasus itu membuktikan bahwa masih perlu upaya mengedukasi kepada masyarakat. Karenanya, saat ini pemerintah harus fokus untuk melakukan edukasi. 

"Maka ya kita sabar, tapi fokus, dan harus kasatmata. Hari ini kementerian kita mesti jelas. Orangnya ini, alamatnya ini, di daerah ini, kita selesaikan," kata wakil ketua umum DPP Partai Golkar tersebut.

Entaskan stunting...

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement