JAKARTA — Nama-nama yang disetujui DPR untuk mengisi pucuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dewan pengawas (dewas) lembaga itu penuh dengan sosok berlatar aparat penegak hukum. Ini tren yang berbeda dibandingkan komposisi pimpinan pada masa kepemimpinan KPK sebelumnya.
Pada posisi ketua KPK ada sosok Setyo Budiyanto sebagai ketua yang merupakan perwira tinggi Polri. Ia merupakan lulusan Akpol 1989 dan kebanyakan bertugas di divisi reserse. Ia sempat menjabat sebagai koordinator supervisi Kedeputian Penindakan KPK. Pada 2020-2021 ia juga menjabat direktur penyidikan KPK.
Selanjutnya adalah Fitroh Rohcahyanto ia adalah seorang jaksa karir. Ia pernah menjabat sebagai jaksa penuntut umum hingga dipercaya menjadi direktur penuntutan KPK pada 2019. Pada 2023, setelah berkarier selama 11 tahun di KPK, Fitroh Rohcahyanto mengajukan perpindahan tugas kembali ke Kejaksaan Agung. Dari kejaksaan juga ada Johanis Tanak yang merupakan pejawat komisioner KPK.
Sedangkan Ibnu Basuki Widodo merupakan seorang hakim senior. Sebeum terpilih, Ibnu Basuki Widodo menjabat sebagai hakim tinggi pemilah perkara pidana khusus di Mahkamah Agung (MA). Ia pernah mengemban tugas sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Manado dan pernah menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Praktis, hanya Agus Joko Pramono yang sempat menjabat sebagai wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2023, bukan dari kalangan aparat. Dia mengawali karirnya sebagai dosen dan mulai memasuki lingkungan BPK pada periode 2013-2018. Agus Joko Pramono juga menjabat sebagai Komisaris PT Pertamina Hulu Energi dan terpilih sebagai Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia periode 2024-2029 pada Maret lalu.
Di susunan Dewan Pengawas KPK 2024-2029, hanya seorang juga yang bukan aparat. Ada satu polisi, satu jaksa, dan dua hakim di susunan Dewan Pengawas KPK. Benny Jozua Mamoto, misalnya, memiliki latar belakang sebagai purnawirawan perwira tinggi Polri dengan pangkat terakhir inspektur jenderal polisi. Ia sempat menjabat di Densus 88 dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Selanjutnya Wisnu Baroto, yang dikenal sebagai jaksa dan sebelumnya menjabat sebagai staf ahli jaksa agung Bidang Tindak Pidana Umum sejak 2020 yang lalu. Ia pernah menangani beberapa kasus korupsi di antaranya adalah kasus suap Bagir Manan, penyimpangan pengurusan paspor di KJRI Penang, Malaysia, dan kasus korupsi Hamdani Amin pada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Wisnu juga pernah dipercaya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) dan beberapa wilayah lainnya di tanah air.
Anggota Dewas KPK lainnya, Gusrizal, memiliki latar belakang sebagai hakim. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bogor dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Selain itu, nama Gusrizal juga pernah tercatat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelum dirinya menjadi ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sumpeno juga memiliki latar belakang sebagai hakim. Ia adalah hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta sejak tahun 2022. Sumpeno pernah menjadi Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu perkara yang disidangkannya adalah kasus suap tiga hakim serta panitera di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan terdakwa OC Kaligis.
Satu-satunya nonaparat di Dewas KPK adalah Chisca Mirawati yang merupakan seorang profesional di bidang hukum dan keuangan. Chisca memiliki pengalaman lebih dari dua dekade di sektor hukum, perbankan, dan kepatuhan. Setelah pengalaman di luar negeri, Chisca kembali ke Indonesia dan menduduki sejumlah posisi strategis di industri perbankan.
Tren terdahulu...