Jumat 06 Dec 2024 13:42 WIB

Seribu Ilmuwan Tulis Surat Terbuka Serukan Gencatan Senjata di Gaza

Surat itu mengutuk kekerasan, termasuk kejahatan perang yang tak terhitung jumlahnya.

Surat untuk gencatan senjata (Ilustrasi).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Surat untuk gencatan senjata (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Lebih dari 1.000 ilmuwan, terutama psikolog dan ahli saraf dari seluruh dunia, menandatangani surat terbuka yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.

Surat tersebut sekaligus mendesak komunitas internasional agar menekan rezim Israel supaya mematuhi hukum humaniter. Peraih Nobel May-Britt Moser dan Edvard Moser dari Norwegia serta Susumu Tonegawa dari Jepang ikut menandatangani surat tersebut, menurut laporan kantor berita Iran, IRNA yang mengutip sejumlah media, Kamis.

Baca Juga

Sejumlah peneliti asal Spanyol, seperti Pablo Lanillos, yakni anggota kelompok Neuro Artificial Intelligence and Robotics di Cajal Institute, juga menandatangani surat tersebut.

"Seruan ini kuat karena datang dari para ahli saraf — orang-orang yang mempelajari tentang bagaimana otak merasakan dan juga memproses konflik semacam itu," kata Lanillos.

Surat itu juga mengutuk kekerasan, termasuk kejahatan perang yang tak terhitung jumlahnya, yang dilakukan rezim Israel di wilayah Palestina yang terisolasi, memperingatkan bahwa tanpa tekanan internasional, kekerasan akan terus terjadi.

Lewat surat itu para ilmuwan juga menekankan bahwa wilayah Gaza terjebak dalam siklus kekerasan dan balas dendam yang merusak sikap hidup berdampingan secara damai, menambahkan "kebencian, kematian, dan kehancuran" sedang merajalela.

Mereka menyeru komunitas internasional untuk menekan rezim Israel agar mengakhiri perang, yang menurut para ilmuwan, dapat dilakukan dengan menghentikan penjualan senjata atau mengevaluasi kembali perjanjian kerja sama dengan rezim.

Disebutkan pula bahwa kebijakan Israel saat ini telah menimbulkan kerugian bagi warga Palestina sekaligus membahayakan kaum Zionis.

Surat itu diprakarsai dan dipublikasi oleh para peneliti di Universitas Sorbonne di Prancis dan Princeton di Amerika Serikat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement