REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Film dokumenter berjudul “Smong Aceh”, produksi Cinesurya, Rumah Dokumenter dan Christine Hakim Film, terpilih sebagai Official Selection dan tayang perdana secara terbatas di ajang film internasional Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024. Film ini ditayangkan perdana lewat sebuah Special Screening terbatas di Empire XXI Yogyakarta pada Kamis (5/12/2024).
"Smong Aceh" yang berdurasi 31 menit diproduksi sebagai sebuah peringatan bencana Aceh 2024 dan merupakan kilas balik bagaimana bencana tsunami menghempas pesisir terbarat Indonesia 20 tahun lalu dan menelan korban lebih dari 200 ribu jiwa. Halitu menjadikan gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 sebagai bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern Indonesia.
Dari apek storytelling, “Smong Aceh” berkisah melalui perspektif dan pengalaman dua orang asli Aceh yaitu Sharina dan Juman, yang sama-sama bermimpi untuk bisa memastikan bahwa generasi anak cucu kita aman dari tsunami. Sharina adalah penduduk Banda Aceh yang selamat dari tsunami 2004. Derita kehilangan seluruh keluarga dan teman membuatnya mengabdikan diri untuk belajar, melakukan riset dan membuat program untuk mengedukasi anak-anak untuk paham tentang bencana alam dan tsunami.
Juman, musisi tradisional Aceh asal Simeulue, rajin berkeliling pasar dan gerai kopi memainkan nandong, mensenandungkan kisah tentang bahaya tsunami melalui seni.
Dari aspek akademis dan sains, film dokumenter ini juga mengangkat testimoni dari peneliti, pengamat, dan pemuka masyarakat. Film ini juga mengulas hasil temuan riset OceanX pada leg 1 pada Mei tahun ini yang berfokus kepada megathrust dan tsunami.
Film dokumenter ini disutradai oleh Tonny Trimarsanto, sineas dokumenter yang pernah
memenangkan penghargaan di berbagai ajang film internasional dan juga pemenang Piala Citra untuk Film Dokumenter Panjang Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2024 belum lama ini. Salah satu produser film dokumenter ini adalah Christine Hakim, aktris senior dengan sederet panjang penghargaan nasional dan internasional, yang bersama Tonny Trimarsanto merilis film “Serambi” di Cannes Film Festival pada tahun 2006, sebuah film yang juga diinspirasi oleh kisah hidup penyintas
bencana tsunami di Aceh.
Selain itu kedua nama besar ini, Fauzan Zidni, Rama Adi dan Tia Sukma Sari bertindak sebagai produser, dan Tussy Hapsary sebagai produser eksekutif. Istilah ‘Smong’, yang dalam bahasa asli Simeuleu berarti tsunami atau bencana, berakar dari pengetahuan lokal dan memainkan peran penting dalam menyelamatkan ribuan nyawa ketika tsunami terjadi di 2004.
"Ini menunjukkan betapa berharganya kearifan lokal dalam kesiapsiagaan bencana dan wawasan budaya lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi ini sangat perlu diintegrasikan ke dalam edukasi publik secara nasional“, ujar sutradara Tonny Trimarsanto.
Pasca bencana, ketahanan dan semangat kebersamaan masyarakat Aceh telah mendorong revitalisasi ekonomi dan budaya lokal mereka yang terlihat setelah dua dekade sejak bencana. Nuansa ini yang ingin disampaikan melalui cerita di dalam "Smong Aceh”, agar masyarakat terutama generasi muda di kawasan Indonesia yang rawan gempa dan tsunami memiliki pemahaman untuk membangun kesiapsiagaan.
"Film ini diharapkan jadi bahan diskusi ilmiah di kampus-kampus yang punya concern pada studi tersebut," kata Tonny yang menyampaikan bahwa penayangan perdana film ini bersamaan dengan ekspedisi OceanX yang sedang melakukan perjalanan di pesisir barat Sumatera.
Sementara itu, Christine Hakim menyampaikan setelah tampil di JAFF 2024, kami berharap dapat mempersembahkan film dokumenter ini kepada berbagai instansi, komunitas dan universitas untuk melakukan pemutaran film di jejaring mereka sebagai upaya edukasi dan sosialisasi terutama di daerah rawan gempa dan tsunami.
"Harapannya, film ini dapat mengguga empati penonton, dan mengubah tragedi menjadi narasi harapan dan kekuatan dalam rangka memperingati 20 tahun tsunami Aceh yang jatuh di 26 Desember 2024 ini," kata Christine.
Christine berharap film ini bisa disosialisasikan secara luas bahkan bisa menjadi ekstrakurikuler di sekolah-sekolah agar generasi muda bisa belajar dari pengalaman yang sangat berharga tersebut.
"Jangan sampai generasi baru tidak well infomed terkait bagaimana menyelamatkan diri jika situasi serupa terjadi di masa depan," kata aktris senior yang besar lewat film Cut Nyak Dhien pada tahun 1988 tersebut.
"Smong Aceh" diproduksi melalui kolaborasi dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Badan Riset dan Inovasi Nasional serta Diaspora Global Aceh, dan didukung oleh PT Pupuk Indonesia (Persero), Bank Indonesia, Bank Syariah Indonesia, Metro TV, Varuna Cable System, dan Citilink.