Jumat 06 Dec 2024 17:55 WIB

Dokter Indonesia Diusir Israel dari RS Kamal Adwan di Gaza

Dokter dari Indonesia satu-satunya yang bisa melakukan operasi di Kamal Adwan.

Rep: Fitriyan Zamzami/Muhyiddin/ Red: Fitriyan Zamzami
Relawan MER-C yang bertugas di RS Kamal Adwan  Gaza Utara.
Foto: Dok Istimewa
Relawan MER-C yang bertugas di RS Kamal Adwan Gaza Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Perjuangan dokter-dokter Indonesia untuk membantu korban serangan Israel di Jalur Gaza mendapat hadangan pada Jumat (6/12/2024) waktu setempat. Mereka diusir dari Rumah Sakit Kamal Adwan di utara Gaza yang baru berhasil mereka masuki dua hari lalu.

“Kami baru saja keluar dari RS Kamal Adwan. Ada dua peringatan (dari Israel)  supaya kami keluar dari Kamal Adwan. Dan mereka masih membom Kamal Adwan sekarang,” demikian keterangan dari ujar dokter bedah yang tergabung dalam delegasi MER-C, dr Faradina Sulistiyani dalam video yang dilansir akun X Quds News Network.

Baca Juga

Menurutnya, masih banyak staf medis yang bertugas  dan tinggal di Kamal Adwan dan terancam jiwanya. “Dari kabar terkini yang kami dengar, sudah ada 50 syuhada di rumah sakit.”

Akibat ancaman Israel, para petugas medis dari Indonesia terpaksa berjalan kaki dari Kamal Adwan di Beit Lahia menuju Jalan Salahuddin yang jaraknya sekitar 8 kilometer. Para staf kemudian dijemput ambulans. “Tolong doakan kawan-kawan kami, staff medis di Kamal Adwan dan orang-orang yang masih dirawat di sana."

Pasukan penjajah Israel (IDF) kembali melakukan serangan brutal ke Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya, Gaza utara. Mereka secara paksa mengevakuasi staf medis dan pasien serta menahan sejumlah besar orang yang ada di rumah sakit tersebut.

Almayadeen melaporkan, para korban penculikan, termasuk staf medis, dibawa ke tujuan yang dirahasiakan. Kepala Rumah Sakit Kamal Adwan Hussam Abu Safiya mengeluarkan pernyataan yang merinci kekejaman yang terjadi di dalam rumah sakit dan sekitarnya.

Menggambarkan situasi di dalam dan sekitar rumah sakit sebagai “bencana”, Abu Safiya menyatakan bahwa ada banyak korban jiwa, termasuk empat orang syahid dari staf medis rumah sakit.

“Tidak ada ahli bedah yang tersisa,” ia lebih lanjut memperingatkan, sambil menambahkan bahwa “satu-satunya tim medis yang melakukan operasi adalah delegasi medis Indonesia, dan mereka adalah tim pertama yang terpaksa meninggalkan pos.”

“Persediaan medis hampir habis, dan ada ratusan korban,” katanya, mengingat besarnya tragedi yang terjadi.

Merinci rangkaian kejadian tersebut, ia mengatakan, “Awalnya terjadi serangkaian serangan udara di sisi utara dan barat rumah sakit, disertai tembakan besar dan langsung, yang untungnya tidak mengakibatkan korban luka di dalam rumah sakit.”

“Kemudian kami dikejutkan oleh dua orang yang masuk ke dalam rumah sakit sambil membawa pengeras suara, memerintahkan saya untuk mengevakuasi seluruh pasien, pengungsi, dan tenaga medis ke halaman rumah sakit dan membawa mereka secara paksa ke pos pemeriksaan,” lanjut Abu Safiya.

Dia juga mengatakan bahwa dia diminta untuk mengamankan satu pengawalan untuk setiap pasien dan pengungsi untuk membantu evakuasi, hanya untuk menggambarkan bagaimana di pagi hari, mereka menemukan ratusan jenazah dan orang-orang yang terluka di jalan-jalan sekitar rumah sakit.

“Generator oksigen menjadi sasaran pada malam hari, dan sekarang hanya ada dua ahli bedah yang tidak berpengalaman yang tersedia untuk mengoperasi pasien,” Abu Safiya menjelaskan lebih lanjut, menambahkan bahwa mereka terpaksa memulai operasi meskipun mereka kurang pengalaman, karena ada 20 orang yang terluka. membutuhkan perawatan mendesak.

Kepala medis tersebut meminta organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional untuk mengambil tindakan sekarang untuk menyelamatkan apa pun yang dapat diselamatkan sebagai akibat dari “kejahatan perang berulang yang telah menjadi rutinitas sehari-hari pendudukan.”

Perjuangan panjang...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement