REPUBLIKA.CO.ID, ACCRA -- Seorang kandidat Muslim berpeluang besar untuk menjadi presiden Ghana untuk pertama kalinya sejak negara itu mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1957.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan wakil presiden saat ini, Mahamudu Bawumia, unggul tipis atas mantan presiden John Dramani Mahama saat negara tersebut akan melakukan pemilihan umum pada 7 Desember mendatang.
Negara berpenduduk 34 juta jiwa ini, di mana 73 persen penduduknya beragama Kristen, hanya pernah memilih presiden beragama Kristen. Tidak ada kandidat Muslim yang mewakili partai besar, baik itu Partai Patriotik Baru (NPP) dari Bawumia, yang saat ini berkuasa, maupun Kongres Demokratik Nasional (NDC) dari Mahama.
Berjuang dalam ekonomi yang terpuruk, banyak orang Ghana, tanpa memandang latar belakang agama, akan memilih orang yang mereka harapkan dapat meningkatkan infrastruktur mereka, meningkatkan lapangan kerja bagi kaum muda, dan menyelesaikan tantangan yang ditimbulkan oleh meningkatnya biaya hidup dan melemahnya nilai tukar mata uang.
"Saya tidak punya uang untuk makan. Saya hanya makan sekali. ... Saya makan sekali sehari karena ekonomi, jadi saya harus menabung agar besok bisa makan," ujar Faiza, seorang ibu dari dua anak, kepada BBC mengenai realitas yang mempengaruhi keputusannya untuk memilih.
Namun bagi sebagian warga Ghana, termasuk umat Kristen, iman seorang kandidat lebih penting daripada kredensial politik mereka.
"Kami mengatakan bahwa orang-orang yang dapat, dan yang akan membuat kita mengalami 'Afrika yang Tuhan inginkan' adalah orang-orang yang seperti Kristus - yang menjalani gaya hidup kesalehan dengan integritas di setiap bidang usaha manusia," tulis Jude Hama, mantan CEO Scripture Union Ghana, untuk sebuah koran mingguan lokal pada Oktober.
BACA JUGA: Mengapa Stabilitas Suriah Penting dan Jangan Sampai Jatuh di Tangan Pemberontak?
Perekonomian Ghana telah tersendat-sendat selama beberapa tahun. Dari 2019 hingga 2022, persentase utang publiknya terhadap PDB meningkat dari 63 persen menjadi 93 persen, sementara pada satu titik, inflasi melonjak menjadi 54 persen.
Sementara masyarakat Ghana mengkritik pemerintah NPP saat ini karena kesengsaraan ekonomi negara, beberapa orang memujinya karena berinvestasi dalam layanan sosial, seperti menggratiskan sekolah menengah.
Banyak orang Ghana juga mengaitkan pemerintahan Mahama, yang berlangsung dari 2012 hingga 2017, dengan krisis listrik yang signifikan yang menyebabkan beberapa bagian negara ini mengalami pemadaman listrik secara teratur.