Ahad 08 Dec 2024 14:25 WIB

Menggali Pemikiran Said Hawwa

Said Hawwa adalah seorang ulama terkemuka dari Suriah.

(ilustrasi) Said Hawwa
Foto: tangkapan layar google
(ilustrasi) Said Hawwa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Said Hawwa lahir di Hammah (Suriah) pada 27 September 1935 dari pasangan Muhammad Diib Hawwa dan Arabiyyah Althaisy. Dia sudah aktif di Ikhwanul Muslimin (IM) sejak masih remaja. Tokoh ini berpulang ke rahmatullah pada 9 Maret 1987, setelah mengidap komplikasi penyakit di Amman, Yordania. Usianya kala itu, 54 tahun.

Pemikiran Said Hawwa cukup dipengaruhi sang Hujjatul Islam Imam Ghazali. Pengaruh itu terutama dalam konteks kajian tasawuf yang digelutinya.

Baca Juga

Menurut Said, seorang sufi sejati tidak akan bertentangan dengan akidah ahlus sunnah wa al-jama’ah (Aswaja), sebagaimana gagasan itu telah dicetuskan al-Ghazali. Bukunya, Tarbiyatuna ar-Ruhiyah, mengkaji pelbagai aspek tentang tasawuf.

Di dalamnya, Said menegaskan paham Aswaja sebagai landasan jalan salik yang ideal. Dia juga menyanjung pelbagai legasi dari Imam Ghazali. Diimbaukannya agar kaum Muslimin membaca Ihya Ulum ad-Din karena itu memuat perkara-perkara yang baik tentang akhlak islami.

Dalam lingkup IM, dia menekankan keserasian antara bersufi dan berorganisasi. Bukunya, Fi Afaq At-Ta'alim, ditulis untuk mengomentari pemikiran dan gagasan-gagasan sang pendiri IM, Hasan al-Banna.

Pertama-tama, Said berpendapat bahwa seorang pemeluk Islam mesti ikut serta dalam jamaah dan menaati arahan imam. Dengan memperkuat jamaah, kehormatan agama ini dapat terjaga. Kaum Muslimin pun diharapkan tangguh menghadapi pelbagai gangguan.

Selanjutnya, Said Hawwa berpendapat bahwa Ikhwanul Muslimin (IM) mewadahi keinginan untuk mewujudkan jamaah. Lebih dari itu, organisasi ini juga mengedepankan reformasi dan kemajuan umat Islam di tengah arus zaman modern.

Dakwah yang dilakukan gerakan ini, menurut Said Hawwa, menghidupkan Islam sesuai yang telah diwariskan Rasulullah SAW. Di antaranya adalah menuntut penghidupan ilmu, amal, serta keteguhan hati dan jiwa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement