Ahad 08 Dec 2024 16:06 WIB

Bahaya Menumpuk-numpuk Harta

Islam melarang umatnya menumpuk-numpuk harta demi diri pribadi.

Harta (ilustrasi)
Foto: dok wiki
Harta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW keluar rumah sambil memegang tangan sahabatnya, Abu Dzar al-Ghifari. Kemudian, beliau bersabda, "Wahai Abu Dzar, tahukah kamu bahwa di depan kita ada sebuah tanjakan yang sulit yang hanya bisa dilalui oleh orang-orang yang ringan beban?"

Abu Dzar pun bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah saya ini termasuk orang-orang yang ringan atau sarat beban?"

Baca Juga

Rasulullah SAW menjawab dengan pertanyaan, "Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?"

"Ya."

Rasulullah bertanya lagi, "Untuk esok pagi?"

"Ya," jawabnya lagi.

Rasulullah kembali bertanya, "Untuk besok lusa?"

"Tidak."

Kemudian, Rasulullah SAW menegaskan, "Kalau kamu mempunyai makanan yang cukup untuk tiga hari, maka kamu termasuk orang-orang yang sarat beban."

Yang dimaksud dengan "tanjakan yang sulit" oleh hadis tersebut adalah jalan menuju kebahagiaan akhirat. Adapun yang dimaksud dengan "beban" adalah harta.

Hal itu, karena proses materialisasi membuat angan-angan menjadi panjang. Setiap hari sibuk menumpuk harta. Tidak sebatas untuk diri sendiri. Bahkan dipikirkan pula agar bisa mewariskannya dalam jumlah besar, khawatir kalau anak kelak melarat.

Karena itu, segala sesuatunya disiapkan sekarang. Harta yang menumpuk lalu terasa belum memenuhi seluruh keinginan. Sehingga semakin kaya semakin kikir. Yang dipikirkan, bagaimana harta bertambah, bukan bagaimana memanfaatkannya untuk bekal menuju akhirat yang sulit itu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement