ShippingCargo.co.id, Jakarta—Kasus meninggalnya pelaut Indonesia saat bertugas di luar negeri menyoroti pentingnya perlindungan bagi pekerja maritim. Dalam upaya mendukung ahli waris, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memfasilitasi penyerahan asuransi untuk keluarga pelaut yang wafat saat bertugas di kapal berbendera asing, di mana langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak pekerja maritim Indonesia.
Pelaut Indonesia memiliki peran vital dalam perdagangan global, tetapi risiko kerja mereka sering kali tinggi, termasuk menghadapi kecelakaan kerja hingga meninggal dunia. Baru-baru ini, Kemenhub kembali bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan otoritas Korea Selatan dalam menangani kasus meninggalnya Anak Buah Kapal (ABK) Alm. Mohammad Syamsul Syah dan Alm. Moh Mukammal pada Kamis (6/12/2024).
Mengutip situs resmi Ditjen Hubla bekerja di kapal ikan yang berlayar di perairan Korea Selatan, "Haesin". Pelaut tersebut dinyatakan hilang pada tanggal 9 Maret 2024 karena kapal terbalik, sehingga penyherahan kompensasi memastikan ahli waris pelaut yang meninggal menerimanya sesuai aturan negara tempat kapal berbendera. Penyerahan asuransi dilakukan secara resmi di kantor Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, disaksikan berbagai pihak terkait.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Hendri Ginting, menekankan pentingnya penggunaan dana kompensasi untuk kepentingan keluarga, seperti pendidikan anak almarhum. Menurutnya, fasilitasi ini adalah wujud nyata kehadiran negara dalam melindungi hak para pelaut yang sering kali terabaikan.
Namun, tantangan tetap ada. Banyak pelaut yang bekerja di kapal asing menghadapi hambatan hukum karena kontrak kerja mereka tunduk pada aturan negara kapal berbendera. Koordinasi intensif dengan otoritas asing, seperti yang dilakukan dalam kasus ini, menjadi solusi yang efektif untuk memastikan keadilan bagi keluarga pelaut.
Fasilitasi yang dilakukan Kemenhub adalah bukti bahwa perlindungan pekerja maritim Indonesia perlu terus diperkuat. Di masa depan, diperlukan kolaborasi lebih besar antara pemerintah, asosiasi pelaut, dan otoritas internasional untuk mencegah pelanggaran hak pekerja. Keluarga pelaut, yang sering kali menjadi korban dari lemahnya perlindungan, berhak atas rasa aman dan keadilan.