REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Negosiasi di Riyadh, Arab Saudi, yang membahas bagaimana dunia merespons kekeringan yang semakin sering dan intensif, berjalan lambat. Jes Weigelt, dari lembaga think-tank iklim Eropa TMG, mengatakan masih terjadi perdebatan dalam pertemuan itu karena negara-negara belum sepakat apakah negara kaya harus mengeluarkan dana untuk respons kekeringan di seluruh dunia.
Setiap uang yang dijanjikan akan digunakan untuk sistem prediksi dan pemantauan yang lebih baik serta membangun waduk dan struktur lain yang dapat memberikan masyarakat akses ke air bahkan selama periode kering yang berkepanjangan.
“Masalah besar yang diperdebatkan adalah apakah kita melakukan ini (merespons kekeringan) melalui protokol tingkat PBB yang mengikat atau ada opsi lain yang harus kita eksplorasi,” kata Weigelt, Senin (9/12/2024).
Protokol yang mengikat artinya di antara kewajiban lainnya, negara-negara maju mungkin diminta untuk memberikan dana.
Kepala Konvensi PBB untuk Memerangi Desertifikasi (UNCCD) Ibrahim Thiaw, mengatakan janji tuan rumah Arab Saudi menggelontorkan 2,15 miliar dolar AS dari berbagai negara dan bank internasional untuk ketahanan terhadap kekeringan merupakan nada yang tepat untuk pertemuan tersebut. Arab Coordination Group yang terdiri dari 10 bank pembangunan yang berbasis di Timur Tengah juga berkomitmen 10 miliar dolar AS pada tahun 2030 untuk mengatasi degradasi lahan, penggurunan, dan kekeringan.
Dana tersebut diharapkan dapat mendukung 80 negara yang paling rentan untuk mempersiapkan kondisi kekeringan yang semakin memburuk. Namun, PBB memperkirakan antara tahun 2007 dan 2017, kekeringan mengakibatkan kerugian sebesar 125 miliar dolar AS di seluruh dunia.
"Sebagai tuan rumah, tujuan utama kami adalah membantu memfasilitasi diskusi penting yang sedang berlangsung, krisis ini tidak mengenal batas," kata wakil menteri lingkungan Arab Saudi dan penasihat untuk kepresidenan pertemuan tersebut, Osama Faqeeha.
Dalam laporannya. PBB mengatakan jika tren pemanasan global terus berlanjut, hampir lima miliar orang termasuk di sebagian besar Eropa, bagian barat AS, Brasil, Asia timur, dan Afrika tengah akan terdampak kekeringan pada akhir abad ini. Sekitar seperempat populasi dunia saat ini.
Ilmuwan utama UNCCD, Barron Orr, memperingatkan lahan yang lebih kering dapat menyebabkan dampak yang berpotensi katastrofik yang mempengaruhi akses ke air yang dapat mendorong manusia dan alam semakin dekat ke titik kritis bencana, yang mana manusia tidak lagi mampu membalikkan efek merusak dari perubahan iklim.